25 April 2013

Karena Cinta Tak Pernah Salah Langkah. 3


Sidoarjo, 26 April 2012 

Tanpa rencana yang terlalu matang, atau karena memang segala yang aku dan Kiki lakukan selalu spontan dan tanpa banyak rencana, malam inipun sama. 
Dia yang tiba-tiba mengijinkan aku menemui Juno kesayangannya dalam kondisi tidur, pulas, tenang, dan begitu menggemaskan. 
Rona merah dipipinya, ah perempuan mana yang tak jatuh hati pada si kecil seperti ini.

Saat Kiki sedang ke kamar mandi, seolah memberi aku waktu untuk melihat dan memuaskan keingintahuanku tentang sosok malaikat kecil kesayangannya, Juno, akupun memuaskan diriku dengan membelai rambut Juno, mengusap punggungnya saat sesekali ia tiba-tiba mengigau dan sedikit berpindah posisi sekalipun dalam lelap, dan kuakhiri dengan kecupan-kecupan kecil ditiap jenggal wajahnya. 
Ah betapa ingin aku memiliki bayi seperti Juno suatu saat nanti. 
Yang saat ini kurasakan hanyalah bahagia, amat bahagia. 
Dalam hati terdalam dan lebih terdengar seperti jahat, aku mulai berharap ‘andai saja aku bisa menjadi Ibu dari Juno’. Ah sudahlah…

Seketika itu juga, pintu kamar mandi terbuka dan Kiki keluar dengan senyum teduhnya, masih jelas terlihat sekalipun dalam kamar yang minim cahaya. 
Ia duduk di tepi tempat tidur dan melihatku yang sedang duduk dibawah beralaskan kasur tipis yang juga menjadi alas Juno tidur. 
Oh ya, Juno dibiarkan tidur dibawah dengan beralaskan kasur tipis, menghindari ia terjatuh jika ia ditempatkan di tempat tidur yang tinggi saat sedang lincahnya bergerak sekalipun sudah terpejam.

Kiki membiarkanku bersandar dilututnya sekalipun terkadang ia merasa kegelian.

“besok, kalau Juno sudah harus sekolah, dia akan dimasukkan ke sekolah berbasis islam atau internasional?”

“hhmm, kalau dia masih sekolah, bagusnya sekolah islam aja, kalo sekalian ada kualitas internasionalnya malah bagus. Yang penting saat kuliah, dia harus kuliah di luar negri.”

“ouuh, okay. Dimana ya? Jerman? Inggris? Belanda?”

“no no no. Australia aja, Melbourne mungkin. Biar kita juga deket kalo sewaktu-waktu mau jenguk.”


Sebentar.. dia baru saja menyebut ‘kita’. Iya kita.

Ah Tuhan jangan biarkan aku berharap lebih dari hal sekecil ini sekalipun. 
Kenapa Kiki harus melontarkan kata ‘kita’ disaat kami sedang berbicara tentang si kecil buah hatinya dengan Vika?. 
Bahagia dan tercabik-cabik benar-benar menjadi satu didalam hatiku saat ini. 
Bagaimana bisa Kiki menyebut ‘kita’ disaat hubungannya dengan Vika bahkan masih berjalan dengan sangat harmonis sampai sekarang?.


“boleh boleh.” Jawabku dengan senyum seadanya karena perasaan yang sudah bercampur aduk.


---------


Sekecil itu pembicaraan antara aku dan dia, membahas pendidikan anaknya, Juno.

Sekecil itu juga aku mulai berharap semoga aku bisa memiliki anak seperti Juno, dan mungkin memiliki pendamping hidup seperti Kiki.

Sekecil itu juga alasan bagiku untuk mulai takut kehilangan Kiki dan Juno, bahkan disaat kami tidak memiliki ikatan hubungan yang jelas.

Sekecil itu pula penyebab aku kembali menangis dan merasa, Apakah cintaku salah langkah? 





karena cinta tak pernah salah langkah. part 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana