Cemburu pada ia yang
bahkan tak pernah menjadi milik kita.
Kalimat itulah yang akhir-akhir ini menggelayut manis di
rongga pikiranku.
Memikirkan Indra memang tak akan ada hentinya membuatku
bimbang dan sekaligus merasa bodoh, amat sangat bodoh.
Ini harus bisa menjadi hari terakhirku merasakan cemburu
padanya, hari terakhir merasakan cinta pada lelaki yang salah. Salah waktu dan
salah status.
Hah! Atau jangan-jangan akulah yang salah? Sudahlah.
Hari ini aku harus tampil cantik, secantik mungkin untuk
membuatnya menyesal karena telah memperlakukanku demikian buruknya.
Setelah menyapukan bedak di wajahku yang berbentuk oval ini,
aku mulai membentuk alisku dengan pensil alis yang sejak kubeli, nampaknya ini
baru kali kedua kugunakan.
Eyeshadow dengan perpaduan warna coklat dan kuning
keemasan sebagai riasan mata, kutambah dengan penggunaan eyeliner serapi
mungkin agar mempertegas mataku yang terkadang nampak sayu, dan kuakhiri dengan
penggunaan mascara.
Yap, mata inilah kelak yang akan membuatnya hanyut dalam rasa sesal.
Ah
ya, lipstik merah maroon harus kupulaskan sesempurna mungkin di bibirku yang
padat ini. Lipstik yang kelak akan kujadikan pertanda di bibirmu bahwa
bagaimanapun, aku pernah singgah di bagian kecil tubuhmu.
**
“maaf, aku terlambat.”
“tak apa, waktuku akan selalu berharga jika kuhabiskan untuk
menanti bidadari sepertimu, dan ya Tuhan, bagaimana bisa kamu tampil secantik
ini?”
Aku mengambil posisi duduk di seberangnya, tersenyum tipis
dan desir bahagia perlahan mulai merambati hatiku. BERHASIL, batinku.
“udah pesan makan Ndra?” tanyaku
“udah, sudah kupesankan juga untukmu, grilled snow fish
dengan saus terpisah dan extra salad? minumnya tetap green tea latte kan?”
dasar Indra, pecinta romantis paling pengecut di dunia. Ia memilih restoran favorit kita yang memiliki interior cantik yang mampu membangkitkan aura romantis bagi tiap pengunjung, terutama sepasang kekasih. restoran dengan sajian steaknya yang khas. dan yang kuingat pasti, green tea lattenya yang super enak.
“yaa, thanks. Kamu selalu tahu kegemaranku.”
“ada acara apa? Tumben kamu tampak jauh lebih cantik malam
ini?”
“aku harus selalu tampil cantik di depanmu, di depan lelaki
pemilik satu-satunya hatiku. Oh ya, how’s your life, Ndra?”
“baik Cit, baik. tapi tetap saat bersamamu adalah yang
terbaik.”
“aku udah cantik gini masa iya mau kamu lempari gombal juga?”
Lalu kita berdua tertawa ringan, ah sial. Tawanya itu, mana
bisa aku mengabaikannya begitu saja. tawa yang rutin memenuhi mimpi-mimpiku. tawa dari bibir yang selalu berhasil menggugah nafsuku. bibir yang selalu ingin kenikmati hingga akhir hidupku. Hanya bibirnya, tak ingin bibir yang lain.
“Indra, istrimu masih belum tahu tentang kita?”
“nggak akan tahu Cit, nggak akan.”
"hhmm, this is for You, Sweetheart."
Aku menyodorkan sebuah undangan dengan kertas warna putih
gading dan pita hijau, warna favoritnya. Ia menerimanya, membukanya perlahan
dan menghela nafas panjang. Menitikkan air mata. kuharap itu air mata lara dan sesal. semoga.
“Indra.. maaf.”
“kenapa harus dengan Mario Cit? Kenapa nggak dengan lelaki
lain kamu menikah? Kenapa harus dengan lelaki yang menjadi musuhku?”
Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum. Berusaha tersenyum
tepatnya.
“aku nggak bisa kalau tahu kamu menikah begini. aku sayang banget sama
kamu, aku cinta banget sama kamu. Aku nggak bisa hi...”
“nikahi aku! Padamkan api cemburuku terhadap istrimu. Beri aku
tempat yang layak dan terhormat, bukan selingkuhan. Bisa Ndra? Hah? Bisa?”
tapi ya, Indra hanya bisa terdiam, bungkam, tak mampu
menjawab. Tapi matanya masih nyalang penuh amarah, kobar api begitu nampak
nyata lewat tangannya yang mengepal.
Lelaki ini benar-benar lelaki yang
kucintai, sekaligus kubenci.
Aku berdiri, menghampirinya, tersenyum, dan melumat bibir
tipisnya dengan penuh nafsu. Ciuman perpisahan.
“terima kasih untuk semua malam indah yang pernah kamu beri.
Aku pergi , Sayang.”
**
Begitulah lelaki.
Ia marah karena ia tak ingin aku, wanita yang ia cintai
menikah dengan pria lain.
Ataukah ia marah karena egonya berteriak, ia akhirnya
dikalahkan oleh musuh bebuyutannya, Mario.
Ia marah karena aku akhirnya yang lebih dulu mengambil sikap
dengan menyudahi hubungan bodoh selama ini, atau ia marah karena ia tak mampu
membahagiakan aku, wanita kecintaannya?
Lelaki akhirnya tetap menjadi misteri, isi kepalanya selalu
rumit dan seringkali berbeda dengan apa yang tubuhnya lakukan.
Ia mencintaiku, tapi ia menyetubuhi istrinya.
Ia mencintaiku, tapi
ia menikahi istrinya.
Ia mencintaiku, tapi waktu hidupnya dihabiskan dengan
istrinya.
Ia mencintaiku, tapi ia menghujaniku dengan cemburu dan penantian hampa.
Ia mencintaiku, tapi ia tak berdaya saat aku terluka.
Ia mencintaiku, tapi ia membiarkanku sendiri.
Ia mencintaku, akupun
mencintainya.
Dan kita berpisah.
Akhirnya memang aku merasakan, ada jenis cinta yang
sekalipun sudah saling berbalas, saling mencintai, tapi tetap mampu saling
menyakiti hingga akhirnya perpisahan getir yang menjadi penutup kisah.
Kisah cinta
bodoh, kisah tentang cinta yang tak harus bersama.
Ebuset, katanya cupu tapi udah ngeblog dari tahun 2009. Saya aja kalah!
BalasHapustapi kak, tahun 2009 kan bikinnya doang, kalau secara isi blog kan ya cupu banget. jauh ama punya kak Arif yang selalu bisa bikin pembacanya tepuk tangan saking apiknya.
HapusKisah yang berasa novel banget. Kalau dinovelin lebih keren lagi nih.. :)
BalasHapushihihihi terima kasih udah main kak, iya nih ceritanya masih dangkal banget, belum nemu twistnya :((
HapusKece nih kalau dibikin berseri x'D
BalasHapushae mbak Hanny, telimakaciii :D
Hapustapi akunya masih stuck di twist kalo mau dibikin seri :(