18 November 2013

hujan dan susu putih hangat.


Hujan di kotaku, kota (kenangan) kita, baru mulai turun di bulan November tahun ini.

Dari tahun lalu, hampir hilang sadar tentang berapa banyak waktu yang kubuang untuk berusaha melupakanmu. Hingga hari ini.
Kenangan tentangmu kembali dihadirkan oleh sang hujan, melalui aromanya, melalui wangi parfummu yang khas saat terkena air hujan.
Givenchy Play yang berbaur dengan rintik air langit, adalah wewangian yang kukenal sebagai pheromone darimu.
Berdiri menghadap jendela kamarku yang kubuka tak terlalu lebar, memandangi halaman depan rumah kostan yang dipenuhi tumbuhan berwarna hijau gelap, aku dan segelas susu putih hangat di genggaman, menelusur ke kisah singkat kita setahun yang lalu.


**
14 Oktober 2012, 16:46 WIB

bagaimana ini, hujan kali ini begitu lancang, datang menyergapku tanpa aba-aba, tanpa mendung, tanpa angin pembawa berita, tanpa guntur atau kilat menyambar. begitu saja turun membasahi jalanan yang harusnya kulalui menuju kostan. 
payung? hhhmm rasa-rasanya aku lupa kapan terakhir kali aku membeli payung, membawa payung, dan bahkan aku lupa apa motif payung terakhir yang kumiliki. payah.
setelah seharian bekerja sebagai staf admin yang baru, seharusnya saat ini aku sudah berada di balik selimut dan merapal doa sebelum tidur. Bukan di sini, di halaman kantor dengan setelan kemeja chiffon hijau, tanpa blazer bahkan jaket, rok mini hitam 3 cm di atas lutut, dan sepatu hak tinggi. pulang lembur dan menunggu hujan berhenti.
menengadahkan tangan ke depan dan bertingkah bodoh seolah bertanya “masih hujan ya?”, padahal mataku masih sangat jelas meihat betapa derasnya air hujan ini. 
dengan tangan yang masih menengadah dan berfikir tentang bagaimana aku pulang jika hujan masih sehisteris ini, naik taksi? dihh mana cukup uangku. 
menunggu hujan reda dan mengambil rute angkot seperti biasa? ah jam berapa aku harus pulang, hujan ini masih dengan angkuhnya mengguyur. belum lagi kalau rute angkot terkena macet atau banjir dan terpaksa berputar atau malah mogok. 
Ya Tuhan, tubuhku ingin segera merebah. Tapi mana bisa kal...........

“bete ya, Num?”

Suara sapaan seorang lelaki dari belakang  telinga kiriku tiba-tiba membuyarkan fikiran.

“eh pak Ikram, nggak kok Pak.”  jawabku sambil tersenyum antara getir menahan dingin dan bahagia.

apa-apaan ini, kepala cabang yang sebenarnya sudah 3 hari ini kukagumi tiba-tiba menghampiriku dan menyapa dalam keadaanku yang lusuh begini. aaah sial sial sial.

“kamu dijemput?”

“nggak kok Pak.”

“hhmm, mau berbagi kisah tentang hujan, Num?”

 
Pukul 20:00 WIB, tepat.

dari balik jendela sebuah kamar hotel, aku memandangi hujan yang nampaknya memang enggan berhenti, berdiri berbalut selimut tipis warna putih. masih halus dan yang terpenting, ada jejak aroma tubuh pak Ikram di sini, sembari menggenggam secangkir susu putih hangat, dan bahagia.

“kamu suka hujan, Num?” pertanyaan pak Ikram lagi-lagi membuyarkan lamunanku.

dari belakang, ia memeluk tubuhku dengan lembut, mengecup perlahan tengkukku, membiarkan gairah dan geli merambati diriku. perasaan macam apa ini?

“iya, suka.”

“saya juga. Saya bukan pujangga atau penyair ya Num, tapi menurut saya, Hujan itu seperti kekuatan magis. Betapa dalamnya kenangan yang berhasil kita kubur, hujan selalu mampu membuatnya bangkit. Perlahan namun pasti,  mulai meresap ke fikiran kita, mengajak ilusi masa lalu kembali menari-nari dan menggoyahkan keteguhan kita. Ranum, bagaiamana hujan menurutmu?”

“saya? Buat saya, hujan itu sendu. Seperti tumpah ruah air mata. Hujan itu pintu perasaan. Ia mampu mebiarkan bahagia dan sedih datang dan pergi melalui pintunya. Saya menyukai rintik hujan, bunyi hujan saat mengenai atap rumah saya, atap kostan saya, atap kantor kita. Saya menyukai aroma hujan yang selalu berbeda saat jatuh di tubuh tiap orang. Saya menyukai hujan karena efeknya yang dramatis pada kehidupan, termasuk film India.”

terdengar suara Pak Ikram yang tertawa kecil sambil mengecup pipiku, kali ini sedikit terasa gemas dan mempererat pelukannya. 

“saya pernah merasakan kehilangan, dalam hujan. Kehilangan terbesar dalam hidup saya. Setengah mati saya coba mengabaikan, toh tetap saja hujan lagi-lagi mampu memunculkan ingatan tentang malam kecelakaan yang mengorbankan nyawa anak saya. Obat jenis apapun, saya rasa tak akan mampu membunuh kenangan itu.”

“kenangan bukan untuk dibunuh, tapi diajak berdamai.”

“bagiamana kalau saya belum menemukan jalan damainya?”

“ya dibikin. Sayapun pernah mengalami masa berduka karena hujan. Hujan yang mengambil nyawa Bunda saya. Saya yang waktu itu sangat menyukai hujan, akhirnya mulai berbalik. Saya membencinya. Sangat membenci hujan. Andai saja malam itu nggak hujan, andai saja malam itu atap rumah saya tidak bocor pasti Bunda tak akan sibuk mondar-mandir di atas lantai dengan air yang mulai menggenang. Pasti bunda nggak akan kepleset dan mengalami penyumbatan pembuluh darah di otak. Pasti Bunda masih bisa nemenin saya. Andai saja waktu itu nggak hujan. Sejak saat itupun saya membenci susu putih karena hanya akan mengingatkan pada Bunda yang tak pernah lalai menyiapkannya untuk saya tiap pagi. Saya menggilai kopi hitam tanpa gula. Sok sinetron, tapi ya begitulah yang tubuh saya inginkan. Hidup saya kelam dan pahit sejak Bunda nggak ada, karenanya saya melengkapi dengan pengibaratan kopi. Saat itu tiap hujan turun, saya hanya akan membunuh pedih melalui kopi, kopi dan kopi lagi. Tapi hujan hanya bisa diam. Hujan milik Tuhan, begitupun Bunda. Semua milik Tuhan dan pasti akan kembali padaNya. Perlahan-lahan saya melihat Ayah begitu sabar menemani saya, mengajarkan bahwa hidup tak bisa selamanya menyenangkan. Ayah mulai memberi lagi rasa manis dalam hidup saya. Ayah membuatkan saya susu putih tiap pagi dan menyembunyikan semua persediaan kopi hitam saya. Hahahaha Ayah begitu hebat. Sampai akhirnya saya sadar bahwa masih ada manis dalam hidup saya, ada Ayah. Hujan juga akhirnya membawa saya mengingat saat-saat indah bersama Bunda dan Ayah, nggak melulu inget pedihnya. Dan sekarang, hujan bagiku hanya akan lengkap dinikmati dengan segelas susu putih hangat.”

“hhmm, rasa-rasanya untuk langkah pertama, saya harus mulai belajar menjauhkan tubuh saya dari kopi hitam yang sangat saya gilai ini ya?”

“bisa bisa..”

“boleh coba susu putih hangat punya kamu?”

“su su pu tih ha ngat yaaaaa?”

godaku sembari melepaskan ikatan selimut tipis yang melilit tubuhku dan membiarkan tubuh telanjangku menggodanya sekali lagi, membuat gerakan meliuk seolah membuatnya harus memilih antara susu putih hangat dalam arti payudaraku, atau susu putih hangat yang ada di tanganku.

“aaah kamu ingin saya memilih susu hangat? Definitely this one!”

Pak Ikram menarik cangkir susu dari tanganku dan meletakkannya di meja, lalu mengangkat tubuhku sekali lagi dan menjatuhkannya dengan mesra di kasur. mengecup lembut payudaraku dan berlanjut ke sekujur tubuhku, perlahan tapi tetap menggairahkan. menciptakan desahan-desahan kecil pertanda saling berbagi kenikmatan. ah lelaki, sudah pasti 'susu' putih hangat inilah yang lebih ia pilih.

“saya sangat menggilai saat-saat seperti ini, saat kita bertukar perasaan, berbagi aroma tubuh, berbagi kehangatan, dan berbagi kenikmatan, di tengah serbuan hujan di luar sana.”

“sayapun menikmatinya, Pak. Sangat menikmatinya.”


**
aku sangat menikmati semua detail terkecil darinya, menikmati malam saat kami bersama, sebelum keesokan paginya, ia mengabarkan bahwa hari itu adalah harinya terakhir di Surabaya.

Jika suatu saat waktu menghendaki kita bertemu lagi, mungkinkah definisimu tentang hujan berubah?

Masihkah kamu menggilai kopi hitam?
minuman yang dulu juga pernah kugemari.

Ataukah sudah mulai menyukai susu putih sepertiku?

Masihkah parfum yang sama yang kamu pilih?
Parfum yang kini menjadi pilihan untuk mengharumkan tubuhku.

Masihkah kemeja biru gelap yang menjadi kemeja favoritmu?
Kemeja yang kamu kenakan saat malam kita berbagi kenikmatan.

One Night Stand, apakah hanya denganku?

Apakah tempatmu sekarang sedang hujan seperti di sini?
Sedang apa kamu di tengah guyur hujan sore ini?

Menggoda perempuan lain dan mengajaknya berbagi kisah tentang hujan?

Ataukah hujan kali ini, kamu sedang menikmati kehangatan dan aroma tubuh perempuan lain?

Apakah hujan kali ini, kamu sedang menikmati susu putih hangat dari perempuan lain?



Hujan dan susu putih hangat.
Begitulah judul yang sekiranya pantas untuk ingatanku atas dirimu.





3 komentar:

  1. Minum susu emang enaknya pas suasana agak dingin, apalagi kalau kopi susu, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. huhahahhaaa iya, dingin dingin emang asiknya minum susu hangat :D terima kasih ya sudah mampir :D

      Hapus
  2. Minum susu hangat emang pas banget kalo suasananya lagi dingin-dingin. Cinta seperti susu hangat, pas banget di nikmatin anget-anget.. tapi resikonya cepet habis. Biar ga cepet habis, di nikmatinnya pelan-pelan.. tapi resikonya bakalan dingin. :D

    BalasHapus

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana