08 Juni 2014

"biarkan saja mengalir apa adanya"


malam minggu. 
dari terakhir kali kita bertemu, berpelukan, dan berciuman, aku masih 'di sini'.
riak-riak ragu dan kembang bahagia masih penuh padat di otakku.
satu per satu pertanyaan kecil mulai tumbuh dan selalu tentangmu.

pukul 18:18 WIB, itulah penanda waktu yang kutangkap dari jam tangan kesayangan.
masih tak menyerah mencuri-curi lihat status dan foto di kontak bbm atas namamu.
ah, masihkah kamu marah pada semua perempuan?
menyalahkan kaumku atas lara dan perih yang kamu tanggung.
ya sudahlah, tak mengapa jika dengan begitu harimu akan berjalan lebih baik.

malam minggu ini begitu melelahkan untukku. 
seminggu yang penuh dengan kegiatan dan tekanan. 
aku ingin memanjakan diriku kali ini. sendiri saja.

pukul 20 lebih sekian, aku memilih mall kecil yang dulunya sering kita kunjungi. 
mall yang mampu menyembunyikan keberadaan kita dari jutaan pasang mata yang mengenal kita. 
mall di mana bioskopnya pernah menjadi saksi bungkam atas kebersamaan kita. 
mall di mana salah satu restorannya menjadi tempat yang kupilih untuk menunggumu kala itu, menunggumu datang untuk memenuhi janji berbuka puasa berdua. seperti biasa, kamu terlambat. dan seperti biasa, aku tetap tersenyum memaklumi kebiasaanmu. kecewaku telak dikalahkan bahagiaku begitu melihat kehadiranmu. 
mall dengan department store yang menyediakan kemeja kerja aneka warna dan model, membuatmu mempercayakan padaku untuk memilih kemeja terbaik kala itu. The Executive warna biru tua, sangat sempurna di tubuhmu yang selalu kupuja itu. 
mall yang pernah menjadi tempatku berulang kali menguak kenangan manis kita setelah kepergianmu. 

iya sayang, malam ini aku mendatangi mall itu lagi. entah untuk ke berapa kalinya.
memasuki salah satu restoran, dan memilih tempat yang dulu pernah kita singgahi.
ada yang beda, iya kali ini aku sendiri, tak sedang menanti, dan kepayahan dirundung sedih.
dengan pilihan menu yang sama dengan kala itu, sadar merasakan ada yang lain saat aku mencecap rasanya.
nasi gorengku ini hambar. mual aku dibuatnya.
sembari memaksakan suap demi suap memasuki mulutku, perlahan kurasakan rasa asin turut menghiasi lidahku.
ah, air mataku tumpah lagi kali ini. sembunyi dan turun perlahan lalu diam-diam memasuki mulutku melalui bagian samping bibirku.
biarkan saja, toh percuma kutahan, air mata perempuan memang menyebalkan. ditahan sekuat apapun, jika hati tak cukup kokoh membendung, tumpah dan banjir juga akhirnya wajahku dibuatnya.
tinggal beberapa suap terakhir sebelum piring ini kosong, sebuah tangan dengan tissu bergambar warna biru mengejutkan pandanganku. kuambil sambil bertahan dengan wajah tertunduk. 

"boleh saya duduk?" tanya seseorang yang nampaknya sedang berdiri di sampingku.

kujawab dengan anggukan berulang dan isyarat tangan mempersilahkannya mengambil tempat di depanku. 

"kamu terlalu indah untuk dibiarkan rusak oleh air mata. saya Arjuna." pernyataan singkatnya sontak membuatku mengangkat wajah.


Awal baru selalu ada setelah babak lain berakhir.
beginilah aku sekarang, hampir pingsan dihabisi berbagai asumsi.
namanya Arjuna, 31 tahun, baik, tampan, dan mapan.
apalagi yang aku tunggu?
seharusnya aku membiarkannya memasuki hati dan hidupku bukan?
mengobati sayatan-sayatan kasar dan lubang lara di hatiku.
membiarkannya perlahan membuka pikiran dan membantuku menyusun lagi harapan tentang masa depan.
pernikahan yang baik dan membahagiakan.

tapi bagaimana jika ia mengecewakanku lagi?
meninggalkanku sepertimu?
menorehkan jejak perih lagi?
bagiamana jika harapan baruku diinjak habis olehnya?
bagaimana jika ia hanya ingin bermain-main denganku?
bagaimana jika aku salah melangkah lagi?
Tuhan, asumsi mana yang harus kupercaya?
semuanya bergulir terlalu cepat.
terlalu banyak kebimbangan di kepalaku, terlalu kuat hingga dengan mudah mampu menggoyahkan kewarasanku.

haruskah aku sekali lagi meletakkan takdirku pada "biarkan saja mengalir apa adanya"?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana