18 November 2015

Keindahan Sementara


Sembari mengatur nafas, Kiki dan Niara meregangkan kaki setelah lelah berjalan-jalan, menikmati berbagai wahana di Surabaya Night Carnival. Mata Kiki terpaku pada pemandangan seorang tukang cat yang sedang memperindah dinding bangunan yang sepertinya akan dijadikan sebuah kantor di taman bermain itu. 

"Niara, menurut kamu warna rumah kita ntar bagusnya dicat warna apa?"

"Hah? Maksudnya?" Niara menoleh dan terkejut mendengar pertanyaan Kiki.

"Iya, saya nanya, menurut kamu, warna rumah kita bagusnya warna apa?"

"Rumah yang mana, Mas?"

"Rumah kita."

"Ini Mas Kiki lagi ngajakin berandai-andai?"

"Anggaplah begitu. Jadi gimana?"

"Hhmm soft krem dengan sedikit sentuhan abu-abu untuk dinding kayaknya tenang dan nyaman." 

"Kenapa nggak putih? kayak kelihatan bersih rapi gitu?"

"Putih itu terlalu kosong, hampa, tak berwarna, ya sekalipun putih adalah bagian dari warna, but no. Menurutku putih terlalu membosankan."

"Well, we take light cream and soft grey then. Next, menurut kamu kamar kita bagusnya warna apa?"

"Seriously, you ask me that question, Mas? hahahahahahaa you know me sooo weeellll, i love pink."

"Damn it. Seriously? you're so cruel to me kalau sungguh pilih warna pink untuk kamar kita. Another color please... think again... think about us." Tanggapan Kiki sambil memelototkan mata gemas pada Niara.

"Hahahahahaa.. ok ok, dark magenta kayaknya cantik. Akan lebih indah kalau warna itu jadi dasar wallpaper kamar kita kelak, kemudian swirl flower yang jadi motifnya. Mas Kiki suka warna ungu anggur dan aku suka pink, dark magenta kayaknya pas deh."

"Nice. gitu dong. Kalau kamar Juno?"

"Kalau Juno, aku ga bisa memutuskan, aku harus nanya dia langsung, kita harus nanya pendapat dia."

"Juno kan masih 5 tahun, mana tahu dia?"

"Mas, dia pasti tahu. Mau taruhan?"

"Ya ya ya, i trust you. Ahah, dapur, kamu mau dapurnya warna apa?"

"Warna-warni dooong, biar semangat masaknya, hahahaha. Kalau harus diminimalisirkan, kayaknya aku pilih dominan hijau deh Mas. Seger. Emang Mas mau beli rumah beneran?"

"Entahlah, impian punya rumah pasti ada, ya karena nggak mungkin apartemen menjadi pilihan untuk selamanya kan."

"Waahh. Bismillah ya. Semoga Mas Kiki beneran bisa beli rumah, hunian terbaik untuk kalian berdua."

"Kalian? maksud kamu rumah itu cuma untuk saya dan Juno?"

"Lah emang?"

"Niara, kalau pun saya ingin beli rumah, ingin punya rumah, itulah kelak rumah kita, kamu, Juno dan saya. Kita dan anak-anak kita yang lain kelak."


***


Kemudian Kiki dan Niara menghela nafas bersamaan dan tersenyum simpul, hanyut pada pikrian masing-masing. 

Kiki hanyut dalam ketidaksabaran untuk menghubungi Rudi, rekan semasa SMAnya yang kini menjadi arsitek handal. Ia ingin memberi kejutan pada Niara betapa hatinya kini mulai tertambat pada Niara, bahwa kebahagiaan Niara sudah mulai menjadi prioritasnya setelah Juno. 

Niara hanyut dalam keriuhan batinnya mengucap "aamiin", berharap semoga ia dan Kiki bisa menjadi keluarga yang sesungguhnya, seutuhnya. Bukan lagi keluarga di atas kontrak. Agar rumah yang ingin dibeli oleh Kiki suatu saat nanti, bisa menjadi rumah sempurna untuk Niara dan Kiki pulang, tempat terbaik untuk kembali dan merebah, bukan sekedar rumah sebagai keindahan sementara, yang dibeli, diperindah, lalu kemudian Niara tinggalkan karena kontrak pernikahannya usai dengan Kiki.


***


aamiin.






 
#NulisKamisan #S3 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana