01 Januari 2018

Single dan Kehidupan sebagai Seorang Single




Hidup sebagai seorang single atau belum menikah, mudahnya di pandangan mata semua orang adalah kehidupan seseorang yang bebas, ke sana-sini tak perlu risau dibebani dengan budaya "ngabarin" ke pasangan, bisa bebas flirting  ke siapapun yang diingini tanpa khawatir merasa berkhianat, dan banyak lagi. 

Sebagai seorang single, saya hanya perlu sibuk mengurus dan memikirkan diri saya sendiri. Ingin begini dan begitu sungguh-sungguh murni keputusannya ada di tangan saya. Tak perlu pusing menimbang kesepakatan dari pasangan.

Sebagai seorang single, saya bisa bebas ingin memilih kegiatan apa sebagai tambahan aktivitas saya selain bekerja dan menghabiskan waktu dengan keluarga, saya bisa ikut salsa dan kegiatan tari tanpa meminta persetujuan dari pasangan.

Sebagai seorang single, saya akan sangat bebas meletakkan telepon genggam di dalam tas ketika sedang jalan-jalan tanpa merasa was-was ada pesan dan panggilan yang terabaikan dari pasangan yang kemudian memunculkan drama relationship.

Sebagai seorang single, saya bisa tanpa beban jalan berdua dengan teman pria saya tanpa merasa resah akibat harus menjaga perasaan pasangan saya.

Sebagai seorang single, saya bisa bebas swipe kanan dan kiri di Tinder, muahahahaa :)) 

Sebagai seorang single, saya bisa bebas menentukan kapan ingin liburan dan bersama siapa saja tanpa perlu atur-atur jadwal dengan pasangan.

Dan banyak lagi hal asyik lainnya yang hanya bisa dinikmati ketika menjadi single. 

Namun, ada pula hal-hal yang memunculkan kegetiran manakala menjadi single terutama jika sudah berada di usia yang masyarakat sebut layak menikah. 

Selalu ada saat ketika merasa ingin menikah, berdampingan dengan seorang partner hidup, tapi sudah tak punya cukup tenaga untuk mencari pria.

Akan ada saat begitu ingin merasa mencintai dan dicintai, tapi ternyata masih belum cukup siap dengan luka yang perihnya beragam dan datang tanpa aba-aba. 

Akan ada jenis pertanyaan "kau sudah akan kepala tiga, tidakkah kau ingin berkeluarga?" yang diajukan tanpa rasa bersalah, dan karena sudah terlalu sering menerima rupa pertanyaan demikian dengan format beragam, pilihan reaksi hanyalah menegakkan badan, menguatkan hati dan jiwa yang hancur bercerai-berai.

Akan ada waktu ketika malam, tak bisa terpejam, dan memilih menggulir telepon genggam, membuka media sosial dan memandangi bahkan menyimpan foto-foto bertemakan pernikahan, pakaian pernikahan, tema foto prewedding, lokasi pernikahan, video dokumentasi pernikahan, dan lain-lain dengan perasaan entah bahagia penuh harap atau sedih karena dilahap harap.

Ketika menerima undangan pernikahan dari saudara, rekan, dan teman, hati turut berbahagia namun ada pula buncahan bimbang, hadir dengan siapa kelak.

Akan ada saat ketika sedang berdiri dalam sebuah antrian dan melihat sepasang pria dan wanita bahkan kakek dan nenek yang berpelukan penuh kasih sayang, dan yang bisa dilakukan hanya memejamkan mata dan berdoa sekuat-kuatnya semoga tak lama lagi ALLAH akan segera kirimkan jodoh terbaik untuk saya. 

aamiin. 

---

 






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana