Hujan di kotaku, kota (kenangan) kita, baru
mulai turun di bulan November tahun ini.
Dari tahun lalu, hampir hilang
sadar tentang berapa banyak waktu yang kubuang untuk berusaha melupakanmu. Hingga
hari ini.
Kenangan tentangmu kembali
dihadirkan oleh sang hujan, melalui aromanya, melalui wangi parfummu yang khas
saat terkena air hujan.
Givenchy Play yang berbaur dengan
rintik air langit, adalah wewangian yang kukenal sebagai pheromone darimu.
Berdiri menghadap jendela kamarku
yang kubuka tak terlalu lebar, memandangi halaman depan rumah kostan yang
dipenuhi tumbuhan berwarna hijau gelap, aku dan segelas susu putih hangat di
genggaman, menelusur ke kisah singkat kita setahun yang lalu.
**
14 Oktober 2012, 16:46 WIB
bagaimana ini, hujan kali ini
begitu lancang, datang menyergapku tanpa aba-aba, tanpa mendung, tanpa angin
pembawa berita, tanpa guntur atau kilat menyambar. begitu saja turun membasahi
jalanan yang harusnya kulalui menuju kostan.
payung? hhhmm rasa-rasanya aku
lupa kapan terakhir kali aku membeli payung, membawa payung, dan bahkan aku
lupa apa motif payung terakhir yang kumiliki. payah.
setelah seharian bekerja sebagai
staf admin yang baru, seharusnya saat ini aku
sudah berada di balik selimut dan merapal doa sebelum tidur. Bukan di sini, di
halaman kantor dengan setelan kemeja chiffon hijau, tanpa blazer bahkan jaket,
rok mini hitam 3 cm di atas lutut, dan sepatu hak tinggi. pulang lembur dan menunggu hujan berhenti.
menengadahkan tangan ke depan dan
bertingkah bodoh seolah bertanya “masih hujan ya?”, padahal mataku masih sangat
jelas meihat betapa derasnya air hujan ini.
dengan tangan yang masih menengadah
dan berfikir tentang bagaimana aku pulang jika hujan masih sehisteris ini, naik
taksi? dihh mana cukup uangku.
menunggu hujan reda dan mengambil rute angkot seperti
biasa? ah jam berapa aku harus pulang, hujan ini masih dengan angkuhnya
mengguyur. belum lagi kalau rute angkot terkena macet atau banjir dan terpaksa
berputar atau malah mogok.
Ya Tuhan, tubuhku ingin segera merebah. Tapi mana bisa kal...........
“bete ya, Num?”
Suara sapaan seorang lelaki dari
belakang telinga kiriku tiba-tiba
membuyarkan fikiran.
“eh pak Ikram, nggak kok Pak.” jawabku sambil tersenyum antara getir menahan dingin dan bahagia.
apa-apaan ini, kepala cabang yang
sebenarnya sudah 3 hari ini kukagumi tiba-tiba menghampiriku dan menyapa dalam
keadaanku yang lusuh begini. aaah sial sial sial.
“kamu dijemput?”
“nggak kok Pak.”
“hhmm, mau berbagi kisah tentang hujan,
Num?”
Pukul 20:00 WIB, tepat.
dari balik jendela sebuah kamar
hotel, aku memandangi hujan yang nampaknya memang enggan berhenti, berdiri berbalut
selimut tipis warna putih. masih halus dan yang terpenting, ada jejak aroma
tubuh pak Ikram di sini, sembari menggenggam secangkir susu putih hangat, dan bahagia.
“kamu suka hujan, Num?” pertanyaan pak Ikram lagi-lagi
membuyarkan lamunanku.
dari belakang, ia memeluk tubuhku
dengan lembut, mengecup perlahan tengkukku, membiarkan gairah dan geli
merambati diriku. perasaan macam apa ini?
“iya, suka.”
“saya juga. Saya bukan pujangga
atau penyair ya Num, tapi menurut saya, Hujan itu seperti kekuatan magis. Betapa
dalamnya kenangan yang berhasil kita kubur, hujan selalu mampu membuatnya
bangkit. Perlahan namun pasti, mulai
meresap ke fikiran kita, mengajak ilusi masa lalu kembali menari-nari dan
menggoyahkan keteguhan kita. Ranum, bagaiamana hujan menurutmu?”
“saya? Buat saya, hujan itu
sendu. Seperti tumpah ruah air mata. Hujan itu pintu perasaan. Ia mampu
mebiarkan bahagia dan sedih datang dan pergi melalui pintunya. Saya menyukai
rintik hujan, bunyi hujan saat mengenai atap rumah saya, atap kostan saya, atap
kantor kita. Saya menyukai aroma hujan yang selalu berbeda saat jatuh di tubuh
tiap orang. Saya menyukai hujan karena efeknya yang dramatis pada kehidupan, termasuk
film India.”
terdengar suara Pak Ikram yang
tertawa kecil sambil mengecup pipiku, kali ini sedikit terasa gemas dan
mempererat pelukannya.
“saya pernah merasakan
kehilangan, dalam hujan. Kehilangan terbesar dalam hidup saya. Setengah mati
saya coba mengabaikan, toh tetap saja hujan lagi-lagi mampu memunculkan ingatan
tentang malam kecelakaan yang mengorbankan nyawa anak saya. Obat jenis apapun,
saya rasa tak akan mampu membunuh kenangan itu.”
“kenangan bukan untuk dibunuh,
tapi diajak berdamai.”
“bagiamana kalau saya belum
menemukan jalan damainya?”
“ya dibikin. Sayapun pernah
mengalami masa berduka karena hujan. Hujan yang mengambil nyawa Bunda saya. Saya
yang waktu itu sangat menyukai hujan, akhirnya mulai berbalik. Saya membencinya.
Sangat membenci hujan. Andai saja malam itu nggak hujan, andai saja malam itu
atap rumah saya tidak bocor pasti Bunda tak akan sibuk mondar-mandir di atas
lantai dengan air yang mulai menggenang. Pasti bunda nggak akan kepleset dan
mengalami penyumbatan pembuluh darah di otak. Pasti Bunda masih bisa nemenin
saya. Andai saja waktu itu nggak hujan. Sejak saat itupun saya membenci susu
putih karena hanya akan mengingatkan pada Bunda yang tak pernah lalai
menyiapkannya untuk saya tiap pagi. Saya menggilai kopi hitam tanpa gula. Sok sinetron,
tapi ya begitulah yang tubuh saya inginkan. Hidup saya kelam dan pahit sejak
Bunda nggak ada, karenanya saya melengkapi dengan pengibaratan kopi. Saat itu
tiap hujan turun, saya hanya akan membunuh pedih melalui kopi, kopi dan kopi
lagi. Tapi hujan hanya bisa diam. Hujan milik Tuhan, begitupun Bunda. Semua milik
Tuhan dan pasti akan kembali padaNya. Perlahan-lahan saya melihat Ayah begitu
sabar menemani saya, mengajarkan bahwa hidup tak bisa selamanya menyenangkan.
Ayah mulai memberi lagi rasa manis dalam hidup saya. Ayah membuatkan saya susu
putih tiap pagi dan menyembunyikan semua persediaan kopi hitam saya. Hahahaha Ayah
begitu hebat. Sampai akhirnya saya sadar bahwa masih ada manis dalam hidup
saya, ada Ayah. Hujan juga akhirnya membawa saya mengingat saat-saat indah
bersama Bunda dan Ayah, nggak melulu inget pedihnya. Dan sekarang, hujan bagiku
hanya akan lengkap dinikmati dengan segelas susu putih hangat.”
“hhmm, rasa-rasanya untuk langkah
pertama, saya harus mulai belajar menjauhkan tubuh saya dari kopi hitam yang
sangat saya gilai ini ya?”
“bisa bisa..”
“boleh coba susu putih hangat
punya kamu?”
“su su pu tih ha ngat yaaaaa?”
godaku sembari melepaskan ikatan
selimut tipis yang melilit tubuhku dan membiarkan tubuh telanjangku menggodanya
sekali lagi, membuat gerakan meliuk seolah membuatnya harus memilih antara susu putih hangat dalam arti payudaraku, atau susu putih hangat yang ada di tanganku.
“aaah kamu ingin saya memilih
susu hangat? Definitely this one!”
Pak Ikram menarik cangkir susu
dari tanganku dan meletakkannya di meja, lalu mengangkat tubuhku sekali lagi
dan menjatuhkannya dengan mesra di kasur. mengecup lembut payudaraku dan berlanjut ke sekujur tubuhku, perlahan tapi tetap menggairahkan. menciptakan desahan-desahan kecil pertanda saling berbagi kenikmatan. ah lelaki, sudah pasti 'susu' putih hangat inilah yang lebih ia pilih.
“saya sangat menggilai saat-saat
seperti ini, saat kita bertukar perasaan, berbagi aroma tubuh, berbagi
kehangatan, dan berbagi kenikmatan, di tengah serbuan hujan di luar sana.”
“sayapun menikmatinya, Pak.
Sangat menikmatinya.”
**
aku sangat menikmati semua detail
terkecil darinya, menikmati malam saat kami bersama, sebelum keesokan
paginya, ia mengabarkan bahwa hari itu adalah harinya terakhir di Surabaya.
Jika suatu saat waktu menghendaki
kita bertemu lagi, mungkinkah definisimu tentang hujan berubah?
Masihkah kamu menggilai kopi
hitam?
minuman yang dulu juga pernah kugemari.
Ataukah sudah mulai menyukai susu
putih sepertiku?
Masihkah parfum yang sama yang
kamu pilih?
Parfum yang kini menjadi pilihan
untuk mengharumkan tubuhku.
Masihkah kemeja biru gelap yang
menjadi kemeja favoritmu?
Kemeja yang kamu kenakan saat
malam kita berbagi kenikmatan.
One Night Stand, apakah hanya denganku?
Apakah tempatmu sekarang sedang hujan seperti di sini?
Sedang apa kamu di tengah guyur
hujan sore ini?
Menggoda perempuan lain dan
mengajaknya berbagi kisah tentang hujan?
Ataukah hujan kali ini, kamu
sedang menikmati kehangatan dan aroma tubuh perempuan lain?
Apakah hujan kali ini, kamu
sedang menikmati susu putih hangat dari perempuan lain?
Hujan dan susu putih hangat.
Begitulah judul yang sekiranya
pantas untuk ingatanku atas dirimu.
Minum susu emang enaknya pas suasana agak dingin, apalagi kalau kopi susu, hehehe
BalasHapushuhahahhaaa iya, dingin dingin emang asiknya minum susu hangat :D terima kasih ya sudah mampir :D
HapusMinum susu hangat emang pas banget kalo suasananya lagi dingin-dingin. Cinta seperti susu hangat, pas banget di nikmatin anget-anget.. tapi resikonya cepet habis. Biar ga cepet habis, di nikmatinnya pelan-pelan.. tapi resikonya bakalan dingin. :D
BalasHapus