29 Januari 2015

Menunggu Janji.





Sudah memasuki minggu keempat aku menunggu pemenuhan janjinya. Teman-teman seprofesi denganku sudah makin kaya sekarang. Dan aku? masih saja mengutuki diri sendiri karena membawa-bawa perasaan. 

***

"Berapa kali kubilang, pekerjaanmu itu tak butuh perasaan, Norma!"
lengkingan Tante Riya masih menyayat-nyayat hingga ke gendang telingaku. Omelannya tak pernah seemosi ini, bahkan saat aku menyembunyikan beberapa uangnya, ia tak pernah semarah ini. 

"Siapa lah yang bisa menentukan kemana hati menunjukkan arah langkahnya, Tante?"

"Halaaaah pret. Sejak pertama kali kamu kerja, kan emang aturannya udah begono, kalau kerja ya siapkan selangkangan aja, ndak usah bawa HATI."

"Ya niatnya juga gitu kan, tapi ......"

"Yauwes sak senengmu lah, pokoknya jam 2 malem nggak balik, kamu tak tinggal sendirian di daerah sini. Nggak usah melu ke tempat baru "
Sambil mengatur nafas, dengan payung hitam yang kugenggam, aku sudah siap keluar dari bangunan yang nyaris seperti rumah hantu ini. Keluar menunggu pujanggaku tercinta. Huh andai saja dia bukan tante kandung dan satu-satunya saudara yang kupunya, pasti sudah sejak lama aku meninggalkan tempat ini dan tak akan kembali. 

"Iya iya, jangan marah terus, Te. Ntar lipstiknya jadi jelek loh. Nanti Pak Amin nggak gemes lagi sama Tante."

"Woooh luambemu. Ndang pergi!"

***

Sudah jam 11 malam kurang 3 menit, kakiku sudah nyaris kaku karena menunggunya. Sialan, harusnya benar kugadaikan saja hatiku supaya tak selelah ini ketika harus mencintai seorang lelaki. Eh tapi cinta? Apa benar ini cinta? Cinta kok berawal dari kenikmatan vagina? Ah entahlah, intinya aku sudah kesengsem, hatiku sudah tak mau lagi yang lain, cuma mau Mas Ranu.

Andai saja beberapa bulan lalu Mas Ranu tidak nyasar sampai ke daerah wisma Tante Riya, pasti tak akan seperti ini gini kejadiannya. 
Andai saja Tante Riya tidak kegatelan menggoda Mas Ranu yang tengah berteduh di teras wisma, pasti tak akan sebodoh ini aku dibuatnya.
Andai saja Tante Riya tidak pakai acara menawarkanku untuk menemani Mas Ranu semalam kala hujan waktu itu, pasti aku tak akan selemah ini.
Andai saja aku tidak mengiyakan ajakan Mas Ranu untuk bercinta di malam itu, pasti tak akan begini hatiku.
Andai saja aku menuruti peringatan Tante Riya untuk jangan bawa perasaan, pasti tak akan sesakit ini hatiku karena harus menunggu Mas Ranu yang tak kunjung kembali. 

Iya, digantungkan itu menyakitkan. Lebih sakit daripada saat pertama kali melakukan hubungan badan. 

***


"Nama lengkap kamu siapa?"
Itu kalimat pertama yang dia ucapkan setelah kita melakukan hubungan badan untuk kedua kalinya.

"Norma aja, nggak ada panjangnya. kalau mas?"

"Ranu."
Jawabnya sambil membenarkan posisi selimut supaya lebih rapat menutupi tubuh kita yang sedang telanjang.

"Aturannya kalau sudah gituan nggak pake ngobrol, Mas. Kalau ngobrol nanti bisa nambah bayar loh!"

"Tenang aja, nanti biar aku yang bilang sama Mami di luar, sekalian pas aku bayar."

"Itu tanteku, Mas. Bukan Mami. Kalau di sini dia dipanggil Tante Riya"

"Tante beneran? Kok tante beneran tega ngejual keponakannya sendiri?"

"Iya tante kandung. Hehehe bukan tega, lah wong ini karepku, Mas. Aku yang minta jadi pelacur, bukan dipaksa Tante."

"Kenapa kamu mau jadi pelacur? Emang nggak mau cari kerja lain?"

"Pernah sih dulu abis lulus SMK, aku jadi sekretaris di perusahaan swasta. Niatnya sih mau menjauhi bisnisnya tante biar hidup lebih enakan gitu loh Mas. Eh tapi kerja di kantor itu juga keras ya. Bosku lebih suka aku ngangkang di kasurnya ketimbang duduk manis ngerjain tugas kantornya." 
Aku bercerita sambil sesekali membenarkan posisi kepalaku yang menyandar di lengan kanannya, iya sambil curi-curi mengagumi dada dan otot-otot maskulin miliknya. Dada bidang dengan bulu tipis, membuatku makin ingin menaikinya lagi dan lagi. 

"Terus? Kamu keluar dari kerjaan itu?"

"Ya iya mas. Awalnya sih kukira itu cinta ya, tapi setelah dipikir-pikir lagi, nggak lah ya, itu bukan cinta. Itu cuma urusan nafsu, Mas. Aku juga yang salah, mau-mau aja diajak gituan. Tapi yaudalah kan udah terlanjur juga. Hehehe."

"Kapok ya kerja di kantoran?"

"Kapok sih nggak sebenernya, Mas. Cuma setelah pernah melakukan sex sama bosku itu, entah kenapa aku ngerasa semakin butuh dengan sex, kerja di kantor itu akhirnya jadi nggak menarik lagi. Itu awalnya aku ngerengek ke tante minta jadi pelacur aja di wismanya ini."
Aku merasakan sesekali dia melirik ke arahku dan membelai lembut rambut hitamku. Entah kenapa saat itulah aku merasakan hatiku begitu gaduh, bergemuruh tak keruan. Kulitku pun terasa dingin dan seketika aku merasa aku ingin memiliki Mas Ranu. Aku ingin hanya jadi miliknya, tidak untuk dibagi dengan yang lain. 

"Norma, kalau minggu depan kita ketemu lagi, bisa nggak?"

"Hhmm kalau minggu depan masih bisa sih, Mas. Nanti Mas Ranu tinggal datang ke sini aja."

"Memangnya kamu nggak bosan 'main' di sini terus? Gini loh, nanti kita ketemuan di depan toko kelontong dekat perempatan itu. Minggu depan aku kan bawa mobil jadi susah masuk ke wisma Tantemu ini. Nanti urusan bayar, aku pasti bayar berapapun asal bisa sama kamu. Kamu mau?"

"mau."

***


Ah percakapan itu lagi yang berputar ulang di kepalaku. selalu saat menunggunya seperti ini. Aku sudah mulai kelelahan malam ini, aku juga tetap harus pulang ke wisma karena harus bersiap. Pagi sekali aku dan Tante Riya harus meninggalkan daerah ini. Pak Amin dan Tante Riya berhasil menemukan tempat yang lebih baik di tengah kota Surabaya, tempat dengan pelanggan yang jauh lebih banyak dan lebih berduit. Teman-temanku yang lain sudah lebih dulu pindah atas pengaturan Pak Amin di tempat baru. Aku sudah berhasil mengulur waktu hingga satu bulan di tempat ini, demi menanti janji Mas Ranu, tapi ia tak kunjung datang. Bahkan payung hitamku mungkin sudah jenuh karena kupaksa menemaniku berdiri di pinggir jalan seperti ini. 



mungkin benar kata Tante Riya, 
"laki-laki itu cuma alat kelaminnya saja yang bisa dipegang, bukan UCAPANNYA, bukan JANJINYA."


***




2 komentar:

  1. tata cara penulisannya dibenerin ya, Neng. Huruf kapitalnya pada ditendangin ke mana? :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ntar diedit, ini kmrn ngejar deadline, baru nulis jam 11-an malem :))

      Hapus

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana