26 Februari 2015

Akhirnya Terbuka


Hidup terkadang terlalu pemaksa. Ia membuat tiap manusia bernyawa jadi sempoyongan karena memikirkan mempertahannya, mempertahankan hidup. Akupun manusia, hidup dan memiliki otak serta hati. Kadang ditambah memiliki kelebihan waktu luang hingga sang otak seringkali sembarangan berjalan-jalan, terkadang ditemani oleh sang hati. 

***

Perjalanan kali ini nampaknya menuju ke hutan. Rimbun pepohonan, nampak sangat gagah, berpengalaman, namun misterius dan mencekam. Mereka bungkam, kata-katanya hanya terungkap lewat gemulai tarian ranting dan jatuh rapuh dedauannya. Mereka nampak penyabar, menanti sesuatu, entah apa. Menanti ditebang? Menanti terbakar? Atau menanti kiamat? Ya entahlah. Yang pasti hutan ini adalah pusat ketenangan. Tempat paling teduh untuk bersandar. 

Menapaki jalanan kecil lalu kutemukan kolam, sangat luas, bukan danau kurasa. Kolam berair jernih. Banyak sekali bebatuan berwarna gelap di dalamnya, ada yang melayang-layang di atasnya, bunga jenis langka dan serpihan benda dunia. Segar namun agak menyulut curiga dan waspada. 

Beberapa waktu kemudian, aku menemukan sebuah.... hhmm pondok? Sebuah tempat nyata berpenghuni. Berpintu, keropos tapi terasa sangat kuat. Pondokan, maaf, bolehkah aku menyebutnya reot? Iya, ini sebuah pondok reot yang menyedihkan, namun terlihat menjanjikan untuk disebut RUMAH. 

Aku mengetuk pintunya sekali, hening. Kucoba mengetuknya lagi, hening. Sebentar, aku lebih nyaman jika menunggu sejenak, menarik nafas, dan mengetuk sekali lagi dengan agak keras, masih hening. Kuputuskan melangkah ke jendela di bagian belakang pondok, kacanya sungguh kotor, seperti tak pernah dibersihkan sejak pertama kali dipasang. Mengerikan. Dari pandangan seadanya yg tertangkap, pondok ini terasa sangat penuh namun suram, ada aroma kehidupan tapi seperti bersiap-siap menuju kematian. Siapapun penghuninya, ia nampak butuh pertolongan, sesegera mungkin. Pondok ini mengisyaratkan tak boleh dikunjungi siapapun. Menolak untuk ditinggali. 

Ah tapi rasa penasaranku tak mudah dirobohkan, akhirnya memutuskan memutar lagi ke depan. Di depan pintu itu, rasa penasaranku sedang kujagokan, berjudi dengan rasa kecewa dan rasa puas. Aku tak akan menyerah semudah ini. Kuketuk sekali lagi perlahan, lagi, lagi, lagi, lagi........


TERBUKA. 


Aku hampir mundur terjungkal karena terkejut, pintu itu kini terbuka setelah ketukan ke sekian. 

Hatimu akhirnya TERBUKA. 

***

Setelah melalui hutan kepribadianmu, belantara tenang dan mencekam.
Melewati kolam pikiranmu, pusat jernih dan segala kewaspadaan hidup.
Menuju pondok perasaanmu, hati berpintu rapuh yang nyaris mati karena mengurung lara. 

Terima kasih, Kesayangan, akhirnya kamu izinkanku memasuki hatimu. Memberiku kehormatan untuk merengkuhmu, perbaiki segala pilu dukamu, membangun segalanya dengan lebih indah dan berwarna. 

Hatiku telah menemukan hatimu, 
Karenanya, tak akan lagi aku kepayahan mengarungi hidup ini sendiri. 









4 komentar:

  1. wah, endingnya twist ya.
    memang berat kalau mau menaklukan dan masuk ke hati seseorang, ibaratnya sampai harus lewat hutan, pohon, gunung :)

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Iya Mas. Apalagi kalau hati yang mau dibuka sedang menyimpan trauma cinta, makin butuh usaha ngebukanya :D


      Terima kasih ya sudah main ke sini.
      Salam.

      Hapus

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana