25 Februari 2015

Rasa yang Mubadzir


Sepertinya rasamu sudah berubah. 
Atau hormonku yang mulai menolakmu?

Kamu menghampiriku dengan tatapan bola mata warna hazelnut itu,
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya aku jadi lebih tenang. 

Kamu menyentuh pipi dan daguku, dengan jemari maskulinmu itu,
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya suhuku sudah drastis berubah.

Kamu memelukku lembut dengan tangan kokoh itu, 
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya aku merasa terlindungi. 

Kamu mendekapku erat tanda tak ingin kehilangan diriku,
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya darahku akan berdesir panas.

Kamu menciumku dengan lumatan-lumatan kecil yang erotis,
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya aku seketika bergejolak.

Kamu melantunkan janji-janji surga dengan mimik wajah waspada,
Aku sudah tidak merasakan apa-apa.
Biasanya aku sudah terbang bersayapkan harapan.

Kamu mengajakku menikah, menjalin cinta yang tak lagi bergelimang dosa, 
Aku tidak merasakan apa-apa.
HARUSNYA AKU BILANG IYA. 

Tapi sungguh, aku tak merasakan apa-apa. 
Tak lagi merasa keberadaanmu itu perlu di hidupku. 
Tak lagi merasa kebahagiaanku itu hanya bergantung padamu. 
Tak lagi merasa ada namamu di gerbang hatiku. 

Rasa-rasanya aku mulai lupa bahwa kamu benar-benar PERNAH ADA di kisah hidupku. 


Rasa yang kemarin ada, nampaknya adalah rasa yang mubadzir
Ada, namun tak bisa kunikmati. 



3 komentar:

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana