Setelah menyodorkan secangkir teh chamomile, Sila meringkuk di balik selimut, merapatkan diri di samping tubuh indah pelanggan setianya.
“Kamu nggak mau udahan aja kerja begini, La?”
“Ntar deh, masih butuh banyak duit buat ngelanjutin idup. Atau
kamu bayarin semua tagihan kehidupanku?” balas Sila dengan cengiran jahil di
wajahnya.
“Nanti ya, kalau aku udah bener-bener bisa jalanin
perusahaan dengan baik, perempuan pertama yang aku cari pasti kamu, buat jadi
pendamping hidupku. Kan bosen ya jadi pelangganmu mulu, sekalian aja ntar kamu
kujadiin isteri.”
“Halah pret. Udah lah nggak usah ngumbar janji. Janji lelaki macem
kamu tuh kayak rujak cingur yang didiemin 3 hari, BASI.”
“Aku serius, Sila.” Jawab Zidan setelah ia meletakkan cangkir
tehnya di nakas samping ranjang, ia memutar badan dan menghadap ke arah Sila.
“Emang kamu nggak capek begini terus? Gonta-ganti laki demi
uang.”
Setelah menarik nafas panjang, Sila menunduk.
Baru kali ini
Zidan melihat Sila nampak begitu serius dan sedikit murung.
“Capek sih nggak, Dan. Tapi kadang aku ngerasa takut aja.”
“Takut? Apa yang membuatmu takut?”
“Satu-satunya ketakutanku di dunia, aku takut... saat usia menyeretku untuk tak bisa seindah
sekarang, aku tak lagi bisa memuaskan suamiku. Separah apapun aku, dalam hati,
iya aku memang menginginkan menjadi seorang istri, seorang ibu. Punya suami,
punya anak dan keluarga kecil. Aku takut nafsuku habis untuk profesiku
sekarang. Ya, karena aku masih punya nafsu, makanya aku masih bisa jalani
profesi ini, tapi bayangkan, lama-kelamaan kalau keseringan liat kelamin pria,
aku takut jadi bosen. Istilahnya eneg malah. Aku takut aku nggak lagi butuh
memuaskan dan dipuaskan. Kamu tahu kan, aku selalu menggilai aroma ranjang,
aroma sebelum dan seusai bersetubuh, aroma vagina yang sedang basah-basahnya
mendamba pemuasan. Aku sangat menggilai semua itu. Karena itu, kadang aku takut
saat tiba waktunya aku tak lagi memiliki hasrat dan nafsu, aku jadi tak berguna
bagi suamiku kelak. Aku takut, Zidan.”
“Seriusan, La? Kamu nggak takut sama apapun selain takut
kehilangan nafsu?”
"Iya.”
Zidan masih entah harus tertawa karena merasa ketakutan Sila
adalah sesuatu yang lucu, atau ingin turut sedih karena melihat mimik wajah Sila
yang benar-benar gelisah dan nampak ketakutan.
Apapun itu, Zidan memutuskan untuk menarik Sila mendekat dan
memeluknya erat. Baru kali ini Zidan menyadari bahwa Sila diam
ketika dipeluk, sama sekali tak mengelak dan berontak seperti malam-malam
sebelumnya.
"La, kamu nggak takut ular? serigala? hantu? ketinggian? apapun deh apapun?"
"nggak." Jawab Sila dengan sangat polos.
Sila membalas pelukan lelaki pelanggan setianya itu.
***
#SisaSelasa #3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar