24 November 2015

Rumah dan menikah...




"Ditekuk mulu mukanya, kamu Kenapa Sayang?"

"Bunda nanya mulu, kapan kita nikah?"

"Secepatnya Sayang, begitu tabunganku cukup untuk beli rumah sendiri, kamulah orang pertama yang kutuju." Ibas tersenyum.

"Aku senang kamu punya pikiran sejauh itu, betul-betul senang. Terima kasih Mas." Bulan tersenyum.

Waktu kemudian menenggelamkan kedua isi kepala Ibas dan Bulan di depan layar televisi yang sedang mereka gunakan untuk memutar film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Mata keduanya seolah fokus terpaku pada layar, namun berbagai tanya susul menyusul memadati otak mereka.

"Hhmm, Mas.." Suara Bulan memecah diam di antara mereka sembari lebih merapatkan tubuh dan melingkarkan tangannya ke lengan Ibas.

"Ya?"

"Sama sekali bukan maksudku menentang keinginan Mas,  tapi kenapa harus menunggu punya rumah sendiri? Kita kan bisa tinggal di rumah Bunda atau Ibu Mas dulu."

"Kamu sabar ya, doakan aja semoga usaha Mas makin lancar, jadi uangnya bisa segera terkumpul."

"Hhmm pasti aku selalu doakan. Supaya lebih mandiri ya, Mas?"

"Iya. Supaya lebih mandiri, Sayang. Lagipula..."

"Lagipula apa?" potong Bulan secepat kilat.

"Lagipula, kamu kan tahu kita sama-sama berisik di ranjang. Kalau tinggal di rumah Bunda atau Ibu, nggak enak aja kan ya kalau tiba-tiba pengen ehem."

"Huahahhahaa astaga Mas Ibaaaaaassss..." Bulan menggelitik perut Ibas sekuat tenaga hingga mereka berdua terpingkal-pingkal karena kemudian jadi saling menggelitik.


***
Setiap pasangan punya prioritas dan alasan masing-masing tentang pernikahan. Ada yang rumah urusan ntar, yang penting halal dulu, ada juga yang nunggu punya rumah sendiri baru menikah. Nggak ada yang salah, semuanya benar, tinggal kita aja masing-masing mau memutar sudut pandang atau tidak, mau memaklumi setiap alasan atau tidak, mau menghargai pilihan orang lain atau tidak.

Yang memutuskan untuk menikah dulu kemudian tinggal di rumah orangtuanya, itupun tak selalu salah, bisa saja karena yang menikah ingin belajar tentang rumah tangga dari orangtuanya, atau mungkin memang ingin menemani orangtua sebagai bakti anak ketika orangtua sudah sepuh, apalagi kalau ternyata dia adalah anak tunggal.

Yang ingin punya rumah dulu kemudian menikah juga tak salah, bukan berarti mereka tak sayang orangtua dan meninggalkan orangtua begitu saja, tapi memang barangkali prioritas mereka adalah belajar mandiri terlebih dulu, atau mungkin karena alasan seperti cerita pendek di atas.

Jadi, mari kita belajar mendengarkan alasan dan menghargai pilihan serta prioritas orang lain, bukan main menghakimi dan mengakui bahwa pilihan kitalah yang terbaik. 

***

Salam,








1 komentar:

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana