04 Februari 2016

Jenuh


Di ketiadaanmu, akhirnya sama saja, 
Aku kembali lagi merasakan hal yang sudah sudah.
Aku merindukan kebrengsekanmu.
Merindukan cara kurang ajarmu membuatku menanti.
Merindukanmu yang tak tahu malu memintaku begini dan begitu,
Kemudian setelahnya pergi begitu saja seolah tak berbuat apa-apa.

Setiap kali aku meninggalkan rumah, 
Kebodohan mulai kulakukan berulang-ulang.
Mencari pakaian sebaik mungkin,
Memilih sepatu atau alas kaki yang sesuai,
Memadu-madankan dengan tas tangan,
Berdandan secantik mungkin,
Ya, apapun itu agar aku tak sedikitpun memiliki celah.


AGAR,
Ketika tanpa sengaja bertemu denganmu,
Penyesalanlah yang kemudian meracuni pikrian dan hatimu

Semenjijikkan itu perempuan manakala patah hati namun masih diselubungi harap. 

Berulang kali pula ketika aku sedang diam di sebuah cafe atau restoran seorang diri,
Aku tak akan lupa mengambil buku atau bahan bacaan apapun, 
Bukan karena kegilaanku pada kebiasaan membaca, 
Aku tertunduk dan memaksa mata hanyut pada lembar demi lembar bacaan,
Supaya mataku tak berulang kali menatap pintu masuk,
Menatap pintu bermodal harapan "barangkali keajaiban mengirimkanmu datang tanpa sengaja"

Jenuh sekali, Sayang, hidup diliputi harapan-harapan yang mustahil terkabul.
Jenuh.

Tapi aku bisa apa?
Kelenjar cinta dan benciku barangkali memang berasal dari satu sumber. 
Yang barangkali ketika benar kita tak sengaja bertemu, 
Entah mana yang akan mencuat ke permukaan terlebih dulu,
Apakah dalamnya cintaku?
Atau luasnya kebencianku?


 ****

Rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana