07 April 2020

Arion




"Jadi sudah berapa pria?" 

"Sejumlah perempuanmu."

"Aku serius nanyanya."

"Aku juga serius menjawab."

Kami saling pandang,
Harusnya kami bisa bersama jika tidak karena beda agama. 

"Harusnya pertanyaanmu bukan seberapa banyak pria, namun sudah berapa kali terluka?"

"Kalau luka, kenapa diteruskan?"

"Jika berhenti, rasanya hidupku akan datar. Hidup yang datar tanpa kenikmatan bukan tipe kehidupan yang ingin kujalani."

Aku meneguk segelas mojito pemberian lelaki berambut coklat dan ikal yang duduk di meja 6. Ia mengirimkan minuman beberapa detik sebelum Arion tiba. Aku menerima minumannya, tapi tidak pesan singkat di atas tissu yang ia berikan melalui Bella, waitress favoritku di bar ini. Sambil berbincang dengan Arion, aku sadar betul lelaki itu berulang kali memandang ke arahku, mungkin menanti segala kemungkinan. Sekalipun dalam cahaya bar yang sendu, bentuk wajahnya masih sangat jelas, kulitnya juga. Jenis lelaki yang tentu saja tidak akan kuharapkan ada di hidupku. Bukan soalan ia tak tampan, namun karena ia terlalu tampan. Aku tidak suka lelaki tampan, pun yang berkulit putih. Lelaki favoritku harus berkulit gelap, berbadan tegap, lengan yang menggoda, bibir yang tipis menggiurkan, wajah khas lelaki Jawa, dan senyumannya membius. Harus begitu. Tidak bisa nego.

"Benar juga. Jika tidak melalui segala luka itu, barangkali kamu tidak akan menjadi perempuan yang semenarik dan semematikan ini. Barangkali isi kepalamu tak akan seindah ini, dan mungkin aku tak akan menggilaimu seperti ini."

"See.."

Kami bersulang. 

---



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana