13 Mei 2017

Kenapa belum nikah?



Pada satu sore yang meneduhkan, Surabaya sedang cantik-cantiknya; tak terlalu terik panasnya pun tak sampai kuyup disapu hujan. Aku terjebak dalam sebuah pertemuan bersama beberapa perempuan lajang hingga tiba-tiba salah seorang mengajukan pertanyaan “Kenapa sih kalian kok belum pada nikah? It’s like seriously I’m curious about your reason or maybe stories behind that decision?” 


Jawaban Dinda:


“Buat apa menikah? Kalau hanya untuk jadi penjaga rumah, lelaki kemudian ke sana-sini menebar sperma, pulang ke rumah hanya untuk mandi, tidur beberapa jam, dan berganti pakaian. Pergi bekerja tidak lagi untuk alasan keluarga. Aku kesusahan mengatasi bekas melahirkan kedua anakku sendirian, pusing memikirkan tingkah riuh anakku sendirian, pusing dan bingung sendiri saat anak-anakku sakit, Aku menikah supaya aku memiliki partner dalam menjalani hidup, bukan dijadikan pembantu di rumah yang digaji sebulan sekali dengan label NAFKAH. Ah sudahlah. Well anyway, aku hanya akan menikah lagi jika aku menemukan rumahku, yang bersamanya hidup jadi tak mengerikan lagi. Sesederhana itu sih.”


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam. 

**

Jawaban Hana:


“Aku akan menikah jika sudah menemukan lelaki yang baik, kaya raya dan ngga pelit sama aku. Yaaa you guys know it well, lelaki zaman sekarang mana ada sih yang nggak mikirin selangkangan. Nafsunya ngga habis-habis, mending ya kalau dieksekusinya sama pasangan sahnya, lah ini sekarang mah disebar ke mana-mana, sama kayak kata Dinda tadi, spermanya disebar ke sana-sini, kan sialan ya, lah kitanya perempuan yang terlanjur terjebak di pernikahan, mau terima ya telen aja tuh kelakuan, ga mau terima ya cerai aja. Kan gitu ya? Nah, kalau aku sih, udahlah lelaki sekarang pada begono semua, ya udah lah ya males mikirinnya asalkan dia masih pulang dan kekayaannya masih bisa aku nikmatin, ya udah lah ya, daripada udahnya ga setia, KERE pula. Kan capek bener kita ngadepinnya. Gitu deh.”


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam.

**

Jawaban Lita:


“Aku belum menikah karena ya nunggu ADA yang ngajak nikah, huahahahahahaaa. Ya udah mulai capek juga sih ya, 9 tahun pacaran sama Doni tapi nggak ke mana-mana, mentok dikenalin ke keluarganya aja, trus udah, ngga ada omongan apa-apa lagi soal komitmen ke depan. Ditanya bentar tentang nikah, dijawabnya ntar deh, ntar ya Sayang, nabung dulu Sayang. Begitu aja terus sampe Maroon 5 nyanyiin jingle biskuit UBM. Auk ah runyam mikirinnya.”


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam.

**

Jawaban Debby:


“Hhmm apa ya, ya antara belum ada yang ngajak nikah dan emang lagi enak sama kerjaan aja. Pun aku kayaknya belum siap dengan fase hidup yang itu, menikah, punya anak, membesarkan anak, ngedidik anak, mikirin makanan suami ntar apa, makanan anak ntar gimana, sekolahnya anak gimana, kalau anak sakit gimana, kalau kerjaan suami lagi susah gimana, belum lagi ribut-ributnya, ribut sama suami, ribut sama anak, ribut sama urusan keluarga besar suami, macem-macem deh. Aku kayaknya belum mau nikah karena yaaa I wanna enjoying myself for being SINGLE. Bebas dan bisa ke mana aja tanpa mikirin ini itu.”


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam.


**
Jawaban Seruni:


Sedari awal, aku ingin menikah karena ingin memiliki keturunan. Tapi, yaaah sebelum menikah aku berulang kali berhubungan intim dengan beberapa pria dan hasilnya selalu sama, tak ada yang membuatku hamil, ah tanpa pengaman tentu saja. Ke sininya aku jadi merasa bahwa jangan-jangan aku memang mandul, aku terlalu takut untuk memeriksakan ke dokter, jadi yaa sudahlah kuanggap demikian. Kalau sudah begitu ya buat apa aku menikah? konyol sih tapi ya sudahlah aku baru akan menikah kalau sudah HAMIL saja. hahahaha.


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam.

**
Jawaban Farra:


“Ya karena di negara kita tidak melegalkan pernikahan SESAMA jenis kan? Gimana gue mau nikah coba?” 


Aku tersenyum, di saat reaksi mereka beragam.

**


Mata mereka kemudian mengarah padaku, 


“Kamu, Nhaz, kenapa belum nikah?”
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
“Karena lelaki yang kucintai tidak pernah mencintaiku.”
 

“Ya terus?”


“Nothing else, that’s all. He never loved me. Enough. Done.”


Aku tersenyum kemudian menangis tertahan, mereka terdiam.


**
Aku tak pernah bermasalah dengan ditanya kapan menikah, kenapa nggak nikah, dan lain-lain. Aku hanya merasa bermasalah dengan air mata ketika ingatanku menyeruakkan namanya. Aku benci air mataku karena sekalipun sudah bertahun-tahun, kenapa mereka masih saja mudah tumpah untuk alasan yang itu-itu saja. 

Pada akhirnya, kita tidak akan bisa melarang orang lain untuk mengajukan pertanyaan apapun yang mengingatkan kita kepada masa lalu, tidak bisa melarang orangtua kita untuk menanyakan "kenapa nduk kok ngga nikah nikah, nunggu apa?", tak bisa melarang tetangga untuk berkomentar "ndang nikah mba, keburu habis ntar pilihan jodohnya.", tak bisa juga melarang adik kita bertanya "kamu kapan nikah? kalau kamu ngga nikah, ntar keburu aku duluan loh", tidak bisa, kita tidak bisa membungkam mulut orang lain. 

Satu-satunya yang bisa kita lakukan hanyalah berdamai dengan semuanya, dengan masa lalu, dengan kenangan, dengan kepahitan, dengan patahan-patahan akibat menanam cinta terlalu dalam, dengan kekecewaan akibat diingkarinya kepercayaan yang kita berikan, dengan kesalahan hidup yang terlanjur dilakukan, dengan cemoohan para perempuan berkeluarga yang merasa lajang adalah petaka, dengan masyarakat yang seringkali mudah menghakimi, dan berdamai dengan kenyataan bahwa dia yang kita cintai tidak pernah sedetikpun mencintai kita. Berdamai dan segera beranjak.




thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana