19 Juni 2019

Ruth Berhak Bahagia



Sudah melalui beberapa kali ajakan, akhirnya saya mengiyakan permintaan sahabat saya, Ruth untuk mengunjungi sebuah  café tempat pacarnya tampil sebagai band tetap. Ooohh saya jelas ogah-ogahan ke café Long Night, tapi lebih ogah lagi dengerin Ruth ngerengek.

Sesampainya di sana, band Damar sudah mulai membawakan satu lagu yang jujur sampai sekarang saya ngga ngerti judulnya dan ngga pengen ngerti juga sih. Oh iya, Damar ini pacarnya Ruth. Saya dan Ruth memilih duduk di bar, Ruth mesen cocktail yang saya lupa apa namanya, saya pesan milkshake vanilla.

Selama waktu menunggu minuman kami disajikan, dia terus melihat ke arah panggung, menatap penuh cinta tapi jenis cinta yang dibalur luka. Tatapan cintanya, terasa menyakitkan. Saya bisa merasakan Ruth sungguh setengah mati ingin memeluk Damar, ingin mendekap Damar sangat erat, mengecup keningnya dan bertanya “kamu kenapa, Sayang? Ceritalah.. ceritalah supaya aku paham arti diammu.”

Ketika kami sedang hanyut menikmati penampilan Damar dan bandnya, Ruth pamit keluar dulu, ada telepon dari kliennya. Saya menunduk membalas beberapa email dari mahasiswa dan pesan singkat dari sahabat saya di Jakarta, hingga kemudian sebuah sapaan mengejutkan saya.

“Nhaz ya?”

“iya.”

Kami saling berjabat tangan untuk pertama kali, padahal Ruth dan Damar sudah pacaran sejak 5 bulan lalu, tapi saya baru kali ini bertemu Damar. Panjang ceritanya kenapa saya ogah ketemu Damar.

“Ruth mana?”

“Terima telfon dari klien.”

“Boleh nanya ngga?”

“Tadi juga bukannya pertanyaan ya?”

“hehe. Nanya lagi.”

“Apaan?”

“Kamu bukannya sebel ya ke aku? Kok mau dateng ke sini?”

Saya tidak menjawab, saya meresponnya dengan memberi lirikan sinis hingga Damar sadar bahwa saya agak muak.

“Sorry, yauda deh, welcome and enjoy!”

Damar pergi meninggalkan saya dan menuju ke arah panggung. Saya balik badan mulai menunduk karena ingin kembali fokus ke handphone, suara Damar terdengar lagi.

“Eh Nhaz, sejak terakhir kali masalahku ama Ruth, kata Ruth kamu dan temen-temen Ruth yang lain pada benci ya sama aku? Marah karena aku nyuekin dan terkesan nggantungin Ruth. Sorry ya. Kalian semua beneran marah? Nggak suka sama aku? Trus kalian mau gimana sekarang?”

Saya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum menjawab.

“Gini ya, Mar. Kalau suka ngga suka itu relatif. Siapapun yang ngeselin ya mana ada orang yang suka. Lagian, ini bukan tentang kami suka atau ngga suka kamu ngegituin Ruth, tapi menurutku sikapmu ngga patut, perlakuanmu sangat tidak tepat. Dan dengan kamu ngegituin Ruth, itu bukan mendefinisikan bagaimana kualitas Ruth, baik sabarnya Ruth, jelek bodohnya Ruth karena mau-maunya diperlakukan sembarangan oleh lelaki, tapi mendefinisikan bagaimana kamu dalam hubungan kalian. Bagaimana kamu adalah lelaki yang egois, tidak bisa menghargai orang lain, dan tidak tahu diuntung. You’re such a jerk, but my friend loves a jerk. So what can i do?”

Damar diam, seolah berpikir tapi tanpa hasil.

“Aku ngga ngerti ya, Mar kamu tuh kenapa, dan niatan kamu apa ke Ruth. Tapi aku harap suatu saat nanti kamu beneran punya cukup nyali untuk bersikap seperti laki-laki, tegas dan berani ambil keputusan. Ruth berhak bahagia, dengan atau tanpa lelaki brengsek macem kamu.”

Berikutnya saya hanya melihat Damar menuju ke arah panggung, kali ini tanpa menoleh kembali. Damar lanjut menyelesaikan penampilan bersama bandnya. Ruth kembali duduk di sebelah saya kurang lebih 5 menit setelah saya menyudahi percakapan dengan Damar.

Seusai penampilan band milik Damar, Ruth mengajak saya pulang. Saya tahu Damar punya waktu untuk menghampiri dan menyapa Ruth, satu sapaan hai dan kecupan hangat di kedua pipi Ruth cukup rasanya untuk menjadi bekal bagi hati Ruth bertahan di tengah pesakitan cinta yang sedang ia rasakan.

--

Pilu sekali rasanya, melihat orang yang kita sayangi tersakiti akibat ulah orang lain.
Jauh lebih pilu karena tidak ada yang bisa kita perbuat untuk meringankan kesedihannya. 

Setelah perih, yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan rasa marah, kemarahan yang tersulut akibat perlakuan tidak layak yang orang lain berikan pada orang-orang tersayang.

Toh marah tidak membuat segalanya membaik.

Berada di sampingnya, berkenan menemani saat dibutuhkan, tetap mendukung apapun keputusannya, dan tak putus mendoakan adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. 

Karena mereka berhak bahagia.
Dan mereka pasti akan berbahagia.
 
 ---







thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana