10 Januari 2024

Awareness of Self-improvement


Sudah lama tidak berada di kota kelahirannya, hampir 11 tahun ia tidak pernah pulang. Ia kembali karena ada sebuah keperluan yang mau tidak mau harus ia selesaikan sekarang. Mengetahui bahwa ia sedang berada di kota kelahirannya, teman-teman sekolahnya mengadakan reuni seadanya. Ia hadir semalam. Turut berpartisipasi dalam berbagai jenis obrolan dari berbagai lingkaran pertemanan. 


Ia sedang dalam perjalanan ke bandara untuk kembali ke Swiss, tempatnya menetap sekarang. Sebelum menuju bandara, ia ingin diantarkan ke sebuah warung nasi bebek. Ia ingin membungkus sekotak nasi bebek khas Madura kesukaannya. Sepanjang perjalanan, ia melewati tempat-tempat yang dulu sering dilaluinya bersama ibunya. Di dekat pasar ada seorang pedagang nasi pecel yang dulu masih berusia mungkin 50 tahunan. Saat ini, ibu tersebut masih di sana, dan tetap menjual nasi pecel. Namun kondisi fisik ibu penjual tersebut jauh lebih menyedihkan, lebih bungkuk dan nampak sangat tua. Demikian juga masih sama, di sebelah penjual nasi pecel itu, ada sebuah meja besar yang digelar dengan berbagai jenis sepatu bekas di atasnya. Dulu penjualnya adalah seorang bapak tua. Kini ia tidak bisa melihat dengan jelas mana penjual sepatunya. Mungkin bapaknya sedang ke belakang, atau berkunjung ke lapak lain. entahlah. Lapak jualan sepatu itu pun masih sama, hanya saja kondisi sepatunya nampak makin pudar. Di sebelahnya ada pedagang nasi sambel. Sambel Edan namanya. Ya dari dulu namanya tetap sama, mungkin juga penjual dan menu makanan yang dijual juga akan tetap sama; ayam, lele, mujair, ikan pe, pete, tahu, tempe. terong, dan telur lalu sambel dengan berbagai tingkatan pedas. Kain penutup warung nasi Sambel Edan itu juga tetap sama. Warna kuning dengan tulisan berwarna merah dan hijau. 

Ia kemudian menyadari bahwa ya memang beberapa hal itu masih tetap sama, tidak berubah. Jika berubah pun, ya memburuk. Seperti keadaan para pedagang itu dan teman-temannya semalam saat reuni singkat. Ia merasa bahwa pemikiran teman-temannya yang masih tinggal di kota kelahirannya ini masih tetap sama, tetap sempit, dan memandang segala hal hanya dari luar atau fisik semata. Candaan yang dilontarkan masih tetap sama pula; makin gemuk, makin kurus, makin hitam, dan berbagai urusan fisik lainnya. Atau ya kok belum menikah, kenapa belum ada anak, dan sejenisnya. Sebagian besar temannya bahkan hanya melihat kekurangan atau kelemahan orang lain. Di kelebihan pun, mereka masih akan menjadikan itu kekurangan. Seperti ia yang kini tinggal di luar negeri dan menjalani pekerjaan sebagai pengusaha sukses, masih dianggap sebagai pengkhianat negara, mangkir dari ajaran agama karena belum menikah di usia hampir 40 tahun, dan sebagainya. Ia merasa lelah. Jauh lebih lelah daripada menghadapi jutaan pelanggan rewel di restoran dan butiknya. 

Ia merenungi betapa beruntungnya orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meningkatkan kualitas dirinya. Ia menghayati lagi apa saja perkembangan diri yang sudah ia lakukan sejak ia meninggalkan kota kelahirannya ini. Ia seketika merasa sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah memberinya kesadaran untuk meningkatkan kualitas diri, kualitas hidup, dan pola pikirnya. Ia merasa ia HARUS meningkatkan kualitas dirinya, untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya, masyarakat sekitar, agamanya, negaranya, dan generasi masa depan.


Menurutnya semua orang juga harus merasa demikian. Penting untuk terus meningkatkan kualitas diri dan jangan diam di tempat!


For the sake of future generation, please you must improve yourself!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana