20 Februari 2020

Dia Akan Menikah



Kami baru saja menyelesaikan sebuah pekerjaan bersama. Pekerjaan yang melibatkan perusahaannya dan perusahaan saya. Seperti yang sudah-sudah, kami selalu bisa menjadi tim yang baik. Terlalu baik. 

Dan seperti biasa, kapan saja kami memiliki waktu untuk "kabur" dari himpitan kegiatan terkait pekerjaan bersama ini, kami akan kabur untuk saling memuaskan. Kami akan melakukannya lagi dan lagi hingga waktu kemudian mengingatkan untuk CUKUP! WAKTUNYA BEKERJA!. 

Pekerjaan kami selesai, namun wajahnya tidak sepuas dan sebahagia biasanya.
Seperti ada yang menggantung di ujung benaknya, menahan tawanya yang seharusnya bisa lebih lebar dari ini. 

Pukul 18:00 dia mengirim pesan dan mengajak saya bertemu di sebuah bar di tengah kota Surabaya. 
Saya datang, merentangkan lengan mengharap pelukannya, disambutnya dengan pelukan datar namun terasa getir. 

"Pekerjaan kita selesai."
"Iya, hasilnya memuaskan. Kantorku sepertinya akan menghubungimu lagi untuk beberapa projek serupa ke depan."
"Aku ngga tahu deh bisa atau ngga."
"Kenapa ngga? kamu kan cinta banget tantangan. Pekerjaan berikutnya pasti penuh tantangan dan kamu pasti bakalan suka."
"Aku ngga tahu bisa kerja sama kamu lagi atau ngga."
"Oh. Why?" 
"Sebelum ke Surabaya, dua minggu sebelum ke Surabaya, aku melamar seorang perempuan."
"Oh."
"Don't OH me! please.."
"Good for you then."
"Please."
"What?"
"Please."
"Ya kamu mau aku menjawab dan merespon bagaimana memangnya?"
"I love you, you know. I want you, Nhaz."

--

Kami duduk berdampingan hingga minuman kami habis. 
Memulai esok hari tak pernah seberat ini.

Kami saling mencintai sebenarnya, 
Hanya saya, pernikahan masih terasa sangat mengerikan. 

Ia kembali ke Jakarta dengan wajah termuram yang pernah saya lihat. 
Saya kembali ke kantor dengan perasaan bercampur aduk namun tetap mantap.

Saya mantap melepas dan mendoakan yang terbaik untuknya, untuk kehidupan rumah tangganya.

--
Pagi berikutnya, saya melihat IG storynya, ia merekam perempuan manis yang menjemputnya di bandara. 
Mereka tertawa bahagia,
Seperti tidak ada apa-apa,
Seperti bukan dia.

Hidup memang panggung sandiwara.

---


thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana