25 Desember 2023

Responding to sadness




“Kamu tahu kalau mamanya meninggal dunia?”

“Iya tahu. Aku ke sana, ke rumah duka.”

“Kok bisa sih kamu ngga ngabarin aku?”
“I am so sorry.”



Sekalipun ia paham caranya berkomunikasi, sampai saat ini masih belum bisa menguasai cara mengkomunikasikan kesedihan, duka, atau hal-hal negatif lainnya. Saat temannya bertanya demikian, ia hanya mampu mengucapkan maaf dan tidak bisa melanjutkan dengan penjelasan tentang mengapa ia tidak mengabarkan pada orang lain perihal berita duka kematian ibu salah satu sahabatnya. Setelah ditanya, ia merenungi pertanyaan tersebut. Ia menerka-nerka penyebabnya. Mengapa ia tidak mengabarkan kepada teman-teman lain tentang berita duka tersebut. 


Mungkin ini karena kebiasaannya. Ia tidak terbiasa membagikan berita sedih, buruk, atau duka kepada orang lain, bahkan jika itu tentang dirinya. Ia terbiasa menyimpan sedih dan dukanya sendiri. Bukan karena ia tak mau membaginya, tapi ya semudah ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana cara merespon berita sedih, buruk, atau duka. Tubuhnya kebingungan. Baginya, jauh lebih mudah membagi kebahagiaan dan berita baik. Ia akan dengan ringan membagikannya. Ketika ia merasa bahagia, ia akan membagikannya pada orang-orang terdekatnya, bahkan ia ingin ditemani jika memang ia sedang bahagia dan ingin merayakan sesuatu. Namun untuk kesedihan, ia akan seketika diam dan terpatung lalu memprosesnya sendirian.  




thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana