25 September 2020

Berbahagialah Kalian

 


25 September 2020

Sekali lagi menyelami lubang terdalam di ingatan.

Terputar sekali lagi keberadaan perempuanmu di ruang yang seharusnya hanya milik kita.

Berbahagia ia berada di pelukan dan menemani keseharianmu.

Bangga sekali ia mendapat pengakuan dan kesetiaanmu.

 

Terputar sekali lagi betapa lekat dirimu pada keberadaannya.

Betapa kamu tak sudi berpisah dengannya karena terlampau cinta.

Dengannya barangkali kamu  merasakan senyaman-nyamannya tempat.

Dengannya kuyakin kamu merasa tak perlu berubah menjadi lebih baik karena ia sesempurnanya penerimaan.

 

Berbahagialah kalian di sana.

Selamanya. 

 ---


 

 

24 September 2020

Semuanya

 


 

24 September 2020

Saya ingat hari di mana pertama kali Ia mendaratkan kecup di bibir, ketika dengan bergelimang ragu saya menanyakan “are you sure?”

Jawabannya membawa kami kepada hal-hal yang kemudian kini menjadi sangat saya sesali.

Saya ingat senyumnya sebelum ia merebahkan kepala di pelukan saya.

Saya ingat ketika ia tetap di sana selama saya menjalani hari-hari mengerikan berurusan dengan penyakit yang kini merebak.

Saya ingat hati saya yang membuncah bahagia setiap kali ia menghubungi dan wajahnya terlihat jelas di layar handphone saya.

Saya ingat ketika saya berkutat di dapurnya dan masih dalam keyakinan bahwa hubungan kami akan menuju sesuatu yang disebut serius.

Saya ingat ketika ia mengenalkan saya pada orang-orang sekitarnya.

Saya ingat semua kebaikan dan waktu berharga yang ia sempat berikan.

 

Lalu saya ingat luka-luka yang sengaja ia torehkan.

Saya ingat ia meniduri orang terdekat saya.

Saya ingat ia sudah lebih dulu menjalin hubungan asmara dengan perempuan yang selama ini ia sebut sebagai penggemar setianya.

Saya ingat ia yang berulang kali berbohong, menghindar, dan mengalihkan pembicaraan.

Saya ingat ia yang masih saja berhubungan dengan mantan istrinya.

Saya ingat ia yang menceritakan entah berapa banyak kisah tentang betapa ia disukai dan dikagumi banyak perempuan.

Saya ingat ia yang penuh tipu daya.

 

Hari ini saya biarkan otak saya mengingat semuanya.

SEMUANYA.

Dan hanya hari ini sebelum esok semua menjadi hambar di ingatan. 

 

---


 

23 September 2020

Hari Pertama

 


 

 

 

23 September 2020

 

Suara itu memintaku memasuki sebuah ruangan, ruang tamu berisikan sofa yang nyaman dan sebuah televisi. Menempatkan tempat duduk tepat di sofa berwarna coklat gelap berbahan kulit, saya kemudian mengatur sandaran sofa senyaman mungkin.

 

Saya mengambil remote dan menyalakan televisi. Seketika itu, tampilan kartun yang pertama kali tertangkan mata dan telinga. Memaksa diri untuk menikmatinya sejenak, namun saluran tiba-tiba berpindah dengan sendirinya. Layar menunjukkan beberapa perempuan bertubuh jenjang dengan pakaian indah melenggok, saya tahu itu adalah saluran yang selalu saya pilih kapanpun saya menginap di sebuah hotel. Saya menikmati acaranya untuk beberapa waktu.

 

Latar kemudian berpindah menuju sebuah pelabuhan yang tidak bisa dibilang kumuh, namun tak layak juga disebut bersih. Saya berdiri di ujung dermaga. Kedua tangan saya terasa sangat berat. Emosi yang saya rasakan adalah kecewa, hampir marah, namun yang paling parah adalah perasaan jijik. Saya melihat ke kedua jaring besar dengan ujung tali yang terikat ke kedua pergelangan tangan saya. Pada tangan kanan, jaring itu berisi sosok perempuan yang sangat saya percaya, sempat saya percaya. Saya melihatnya lalu meneteskan air mata sembari bertanya dalam hati.

 

“Bagaimana bisa kamu setega itu? Bagaimana bisa?”

Pertanyaan saya tertahan karena saya sadar jawaban dari mulutnya hanya akan berupa lontaran kebohongan. Satu-satunya bahasa yang ia gunakan. Bahasa dusta.

 

Beralih memandang tangan kiri saya. Dalam jaring besar yang ujung talinya melilit tangan kiri saya, terlihat seorang lelaki bertubuh sintal. Lelaki yang pernah segenap hati saya sayangi dan usahakan. Padanya saya tidak merasakan apa-apa lagi. Saya hanya ingin lekas mengenyahkan mereka berdua. Sejauh-jauhnya.

 

Saya menarik nafas dalam ketika sebuah lonceng di gereja belakang dermaga berbunyi. Pada bunyi ketiga, saya melepaskan ikatan di kedua tangan saya. Membiarkan mereka hanyut di laut yang gelap dan dalam. Melepaskan mereka dan berhenti peduli pada apapun yang menyangkut nama mereka.

 

Saya berhak bahagia,
Saya berhak mencintai dan dicintai,

Saya berhak hidup dan tinggal di lingkungan yang baik.

Saya berhak dikelilingi orang-orang baik yang penuh kasih.

 

Saya berbalik arah, meninggalkan mereka yang hanyut.

Gaun putih yang sedang saya kenakan tersapu angin dan kali ini angin terasa menyejukkan.

Saya melangkah menuju sebuah mobil berwarna merah dengan atap terbuka.

Di depan mobil, seorang lelaki berbadan tegap dengan potongan rambut rapi dan wangi menyambut saya.

Ia mengulurkan tangan dan bertanya “sudah?”

Saya mengangguk, tersenyum, dan membiarkan tubuh saya di dekapannya.

Kami masuk ke dalam mobil.

Rambut hitam dan panjang saya tergerai bebas dipermainkan angin.

Ia menggenggam tangan saya, kami bahagia.

Sangat bahagia.

 

Di depan, pemandangan indah laut dan bangunan khas Santorini terbentang.

Kami akan berdansa dan berbahagia.

Kami akan menghabiskan malam untuk bercinta.

Kami akan saling mengecup dan merasa bangga.

 

Ini adalah hari pertama saya merasa bebas dan ringan.

Ini adalah awal perjalanan yang sangat saya nantikan. 

 

---



thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana