23 September 2020
Suara itu memintaku memasuki sebuah
ruangan, ruang tamu berisikan sofa yang nyaman dan sebuah televisi. Menempatkan
tempat duduk tepat di sofa berwarna coklat gelap berbahan kulit, saya kemudian
mengatur sandaran sofa senyaman mungkin.
Saya mengambil remote dan
menyalakan televisi. Seketika itu, tampilan kartun yang pertama kali tertangkan
mata dan telinga. Memaksa diri untuk menikmatinya sejenak, namun saluran
tiba-tiba berpindah dengan sendirinya. Layar menunjukkan beberapa perempuan
bertubuh jenjang dengan pakaian indah melenggok, saya tahu itu adalah saluran
yang selalu saya pilih kapanpun saya menginap di sebuah hotel. Saya menikmati
acaranya untuk beberapa waktu.
Latar kemudian berpindah menuju
sebuah pelabuhan yang tidak bisa dibilang kumuh, namun tak layak juga disebut
bersih. Saya berdiri di ujung dermaga. Kedua tangan saya terasa sangat berat.
Emosi yang saya rasakan adalah kecewa, hampir marah, namun yang paling parah
adalah perasaan jijik. Saya melihat ke kedua jaring besar dengan ujung tali
yang terikat ke kedua pergelangan tangan saya. Pada tangan kanan, jaring itu
berisi sosok perempuan yang sangat saya percaya, sempat saya percaya. Saya
melihatnya lalu meneteskan air mata sembari bertanya dalam hati.
“Bagaimana bisa kamu setega itu?
Bagaimana bisa?”
Pertanyaan saya tertahan karena
saya sadar jawaban dari mulutnya hanya akan berupa lontaran kebohongan. Satu-satunya
bahasa yang ia gunakan. Bahasa dusta.
Beralih memandang tangan kiri saya.
Dalam jaring besar yang ujung talinya melilit tangan kiri saya, terlihat seorang
lelaki bertubuh sintal. Lelaki yang pernah segenap hati saya sayangi dan
usahakan. Padanya saya tidak merasakan apa-apa lagi. Saya hanya ingin lekas
mengenyahkan mereka berdua. Sejauh-jauhnya.
Saya menarik nafas dalam ketika
sebuah lonceng di gereja belakang dermaga berbunyi. Pada bunyi ketiga, saya
melepaskan ikatan di kedua tangan saya. Membiarkan mereka hanyut di laut yang
gelap dan dalam. Melepaskan mereka dan berhenti peduli pada apapun yang
menyangkut nama mereka.
Saya berhak bahagia,
Saya berhak mencintai dan dicintai,
Saya berhak hidup dan tinggal di
lingkungan yang baik.
Saya berhak dikelilingi orang-orang baik yang penuh kasih.
Saya berbalik arah, meninggalkan
mereka yang hanyut.
Gaun putih yang sedang saya kenakan
tersapu angin dan kali ini angin terasa menyejukkan.
Saya melangkah menuju sebuah mobil
berwarna merah dengan atap terbuka.
Di depan mobil, seorang lelaki
berbadan tegap dengan potongan rambut rapi dan wangi menyambut saya.
Ia mengulurkan tangan dan bertanya “sudah?”
Saya mengangguk, tersenyum, dan
membiarkan tubuh saya di dekapannya.
Kami masuk ke dalam mobil.
Rambut hitam dan panjang saya
tergerai bebas dipermainkan angin.
Ia menggenggam tangan saya, kami
bahagia.
Sangat bahagia.
Di depan, pemandangan indah laut
dan bangunan khas Santorini terbentang.
Kami akan berdansa dan berbahagia.
Kami akan menghabiskan malam untuk
bercinta.
Kami akan saling mengecup dan
merasa bangga.
Ini adalah
hari pertama saya merasa bebas dan ringan.
Ini adalah
awal perjalanan yang sangat saya nantikan.
---