25 Desember 2023

Responding to sadness




“Kamu tahu kalau mamanya meninggal dunia?”

“Iya tahu. Aku ke sana, ke rumah duka.”

“Kok bisa sih kamu ngga ngabarin aku?”
“I am so sorry.”



Sekalipun ia paham caranya berkomunikasi, sampai saat ini masih belum bisa menguasai cara mengkomunikasikan kesedihan, duka, atau hal-hal negatif lainnya. Saat temannya bertanya demikian, ia hanya mampu mengucapkan maaf dan tidak bisa melanjutkan dengan penjelasan tentang mengapa ia tidak mengabarkan pada orang lain perihal berita duka kematian ibu salah satu sahabatnya. Setelah ditanya, ia merenungi pertanyaan tersebut. Ia menerka-nerka penyebabnya. Mengapa ia tidak mengabarkan kepada teman-teman lain tentang berita duka tersebut. 


Mungkin ini karena kebiasaannya. Ia tidak terbiasa membagikan berita sedih, buruk, atau duka kepada orang lain, bahkan jika itu tentang dirinya. Ia terbiasa menyimpan sedih dan dukanya sendiri. Bukan karena ia tak mau membaginya, tapi ya semudah ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana cara merespon berita sedih, buruk, atau duka. Tubuhnya kebingungan. Baginya, jauh lebih mudah membagi kebahagiaan dan berita baik. Ia akan dengan ringan membagikannya. Ketika ia merasa bahagia, ia akan membagikannya pada orang-orang terdekatnya, bahkan ia ingin ditemani jika memang ia sedang bahagia dan ingin merayakan sesuatu. Namun untuk kesedihan, ia akan seketika diam dan terpatung lalu memprosesnya sendirian.  




17 Juli 2023

Cantik adalah hak istimewa

 Bagi kebanyakan orang, menjadi cantik itu adalah hak istimewa. Segala hal akan lebih mudah jika kamu cantik atau tampan. Akses pada banyak hal juga jauh lebih mudah jika kamu menarik secara fisik. IYA. 

Banyak hal mungkin akan lebih mudah, orang akan lebih memperhatikanmu ketika kamu ingin berbicara atau mengutarakan pendapat. Beberapa akses juga akan lebih mudah saat kamu menarik. Pelayanan atas banyak hal juga lebih baik jika kamu cantik, tampan, dan menarik. 

Tapi di sisi lain, BEAUTY IS PAIN.

Ketika kamu berhasil mencapai sesuatu, kamu akan diremehkan dan dianggap "alah palingan juga karena dia cantik."

Saat di dunia kerja, prestasimu dianggap palsu. Dianggap hasil menggunakan kecantikan sehingga semua dimudahkan dan kamu terpilih.

Dalam urusan asmara, banyak yang mendekat tidak karena melihat hatimu dan kualitas di dalam dirimu namun karena fisik semata. 

Untuk urusan dilecehkan, ya memang pelecahan tak pandang bulu, namun bagi yang fisiknya menarik, kemungkinan dilecehkan ini hadir beberapa kali lipat lebih besar. 

Orang cantik dan tampan juga butuh berjuang dua kali lipat ketika ingin membuktikan sesuatu yang di luar fisik. 

Pada akhirnya, jangan pernah berucap "enak ya kamu cantik, semuanya lebih mudah" sebelum kamu benar-benar pernah berdiri di posisinya. 

And you know what, all of us are beautiful in some way...




07 Maret 2023

Memberi



 Jangan pernah memberi sebelum kamu paham bahagianya memberi. Tanpa memahaminya, kamu mungkin akan berulang kali jatuh ke lahan hitung-hitungan. Bimbang sendiri memikirkan "ya kan semuanya harus take and give". Nah ya itulah intinya. Memberi adalah tentang kamu merelakan sebagian milikmu untuk dibagikan dengan orang lain karena kamu merasa dengan memberi kamu akan belajar artinya melepas kepemilikan, kamu akan belajar merasakan nikmat dan berkahnya berbagi, dan terpenting, kamu akan belajar tentang ikhlas. Jika memberi hanya untuk mengharapkan balas diberi, apa intinya? 

Bukankah lebih enak memikirkan bahwa dengan memberi, mudahnya adalah kita harusnya sadar bahwa kita adalah pihak yang berkelebihan; entah cinta, materi, perhatian, kebahagiaan, waktu, energi, dan berbagai hal positif lainnya. Sadar bahwa kita dalam keadaan berkelimpahan saja bukankah itu sudah menyenangkan? 

Namun...

Memang benar jika kita harus mempertimbangkan urusan take and give dengan catatan; ya kamu memberi memang hanya pada mereka yang membutuhkan saja dan atau kepada mereka yang layak diberi, seperti keluarga dan sahabat. 

Dan sedikit ditambah dengan ingatan bahwa memberi adalah tentang berbagi kebahagiaan. Jika memberi sudah memunculkan drama, then stop! 


--



03 Maret 2023

books




"So many books, so little time."
- Frank Zappa

Di saat yang sama, saya dengan membaca sebuah novel yang berjudul  Before the Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi. Di dalam novelnya ada bagian yang menceritakan tentang ada hantu di cafe yang membaca buku. Dalam sekian detik saya merasa, "wah enak ya, jadi hantu yang membaca buku. Ia bisa membaca banyak sekali buku dan mengetahui banyak sekali hal dan kisah", lalu saya pun menjawabnya sendiri lah tapi untuk apa? Kita sudah tahu banyak hal tapi tidak memberikan manfaat, kan sudah jadi hantu, sudah mati.

Dalam salah satu keinginan, saya menginginkan kebebasan waktu itu. Saya ingin hari-hari saya berisi dengan membaca buku, memasak, bergaul, menari, dan bercinta. Tidak bekerja namun sehat dan tetap bergelimang harta. Hahahahaaa kebebasan membaca buku adalah momen penting yang saya nantikan jika saya menjadi orang kaya raya tanpa bekerja dan sehat jasmani rohani. 

--


08 Februari 2023

Seharusnya

 




Mengingat mata kecil dan senyum gemasnya.
Seumur-umur berdansa tidak pernah saya melukai wajah siapapun.
Tarian kedua dengannya, DHUG penjepit rambut saya tepat mengenai wajahnya.
Memutar kepala dan mengucap maaf, lalu ia dengan sabarnya "it's okaaayyy"

Ia dengan it's ok-nya membuat saya tidak ok. ha ha
Hati yang tidak ok. bukan yang lain.

Di momen berikutnya, dengan pedansa yang lain.
Ia menghampiri dari belakang.
Berani-beraninya ia main-main dengan iman saya yang hampir sobek ini.
Ia tertawa, saya merana.

hahaha perjalanan hampir satu minggu ini ditutup manis olehnya.

Seharusnya sejak hari pertama ia muncul di jarak pandang.
Seharusnya bukan jenuh yang menyelimuti lantai dansa di Yogyakarta.
Seharusnya hanya padanya mata ini menghentikan pantauan.
Seharusnya saya memuaskan tatapan saat ia masih duduk di hadapan.

Seharusnya...


--


12 Januari 2023

Doesn't For Everyone

 


Pernah banget nih merasakan, kok sepertinya setelah berpisah dengan saya, ini pria-pria masa lalu langsung menemukan jodohnya dan menikah. Saya merasa apa saya semacam batu loncatan kali ya. Hahahaaaa 

Pernah juga jadi berpikir apa yang salah dengan saya? Bagian mana yang saya salah lakukan atau kurang saya lakukan? Kalau ada yang salah atau kurang, kenapa pergi? Kenapa tidak disampaikan dan dibenahi berdua? Kenapa mencari yang lain? Kenapa selingkuh?

Lalu saya teringat sebuah perumpamaan.

Misalkan ukuran kakimu 38. Lalu kamu menerima hadiah sebuah sepatu yang sangat cantik, hiasannya indah, warnanya sesuai dengan kulitmu, semua tampak tepat sampai kemudian kamu menyadari bahwa sepetu tersebut berukuran 37. Ok kamu paksa pakai dan tidak lama kemudian kakimu sakit sampai lecet. Akhirnya kamu putuskan untuk menukarnya ke toko sepatu tersebut. Ketika di toko, perempuan masuk dan mencoba sepatu yang kamu kembalikan. Perempuan tersebut tampak sempurna dengan sepatu ukuran 37 tersebut. Dia sangat Bahagia saat meninggalkan toko karena menemukan sepatu sempurna untuknya. Masa kamu mau marah? Ya nggak dong ya. Atau bahkan misalkan perempuan itu balik ke toko dan ngasih sepatu itu lagi ke kamu, ngga akan kamu terima kan, karena kamu inget gimana sepatu itu bikin kamu lecet dan kesakitan. Sama sekali ngga bisa dipake. Di saat yang sama ingat juga bahwa masih banyak toko sepatu lain yang menjual sepatu dengan desain dan warna yang sama bagus atau bahkan lebih bagus dengan ukuran 38 tersedia untukmu. Jadi kenapa buang waktu meratapi sepatu yang memang bukan untukmu?

Atau makanan deh, sambel. Ya sambel ini emang enak banget buat banyak orang, ya tapi kalau perut dan badan kamu ngga bisa makan sambel karena bikin mual, asam lambung naik, sakit perut, atau bahkan jerawatan, yaudah ngapain dimakan? Kan masih ada makanan lain yang lebih sempurna untuk kebutuhan dan kondisi badanmu. Gitu.. 

Because at the end, we’re not for everyone. Just do your best, don’t focus on how the wrong man fits someone else, but you have to stay focus on how the right man is supposed to fit you.

--



Still about J



 


“Are you at home?”

“Oh hay, iya aku di rumah.”

“Get ready ya, aku sudah di perjalanan, 5 menit lagi sampai.”

“What kind of dress that I should wear?”

“You choose the place, Dear. So suit yourself.”

“Ok.”


__

Mau diulang berapa kali juga, akhirnya yang memenangi tetap Ia yang jauh lebih dominan daripada saya. Saya tidak suka disuruh-suruh dan diperintah, tapi entahlah ya, caranya mendominasi membuat saya meragukan definisi dominasi. Dari KBBI, definisinya serupa dengan penangkapan saya selama ini, tapi rasanya tetap berbeda dengan diperintah. 

Ah, mungkin begini. Diperintah atau disuruh-suruh, terasa memuakkan karena sifatnya paksaan dan ada risiko yang harus ditanggung jika kita membantah. Dominasi meskipun tetap mengandung perintah, namun ada kebebasan dan keleluasaan untuk menolak dan tiada risiko yang mengiringi penolakan. 

Atau gimana?

Well anyway, J akan datang di saat yang tidak pernah saya duga. Bisa di tengah hari, bisa tiba-tiba di sela-sela meeting dengan rekan bisnisnya, atau bahkan seperti sekarang, tepat sepulang saya bekerja. 

--

Di sebuah tempat makan yang saya pilih. Tempat makan yang jauh dari pilihan-pilihannya selama ini. 

“So, how’s your business?”

“Jakarta is fine. Kemarin teman ada yang ajakin bisnis kecil-kecilan, sepatu kulit khusus pria dewasa dan es batu.”

“Hah? Perasaan terakhir kamu cerita bisnis lobster deh. Ini kok udah ke sepatu ama es batu aja,”

“Lobster udah jalan 2 bulan. Oh ya maaf belum cerita updateannya.” Dia tertawa, lesung pipitnya membuat saya harus menahan senyum karena DUUH ganteng banget sih. 

“Jadi, yang lobster kemarin kan rencananya ke area Bali aja, tapi ini ngga nyangka bisa sampe ke NTT, NTB dan ini partner bisnisku bilang mungkin di minggu depan akan ada tawaran ke pulau lain.” Dia melanjutkan ceritanya.

“NICEEEEE. Trus ini kenapa tiba-tiba es batu?”

“Iya, itu tawaran dari temen SMAku dulu, yaudalah yaa join aja modalnya kecil kok. Tapi untungnya gede bangeeeettt.”

Pembicaraan kami terus berlanjut. Mendengar cerita-ceritanya ini selalu bisa memotivasi saya untuk terus maju, terus meningkatkan nilai diri, dan terus belajar. Mungkin memang benar apa yang sering diteriakkan di media sosial bahwa kamu adalah bagaimana orang-orang di sekitarmu, kamu adalah apa yang kamu konsumsi termasuk konsumsi untuk telinga dan otak. Setiap kali dia bercerita tentang bisnisnya, saya terasa diajak masuk seolah saya adalah bagian dari bisnisnya. Ia tahu saya tidak semahir pengalamannya dalam berbisnis, namun Ia yang tetap meminta pendapat saya tentang ini dan itu membuat saya merasa dihargai dan dianggap ada. Seringnya juga ia menerapkan pendapat yang saya berikan. 

“Lain kali kabarin ya kalau mau social media blackout!”

“iya.”

“Kalau kamu tiba-tiba ngga ngepost apapun, rasanya kayak kamu tinggal diam-diam.”

“Ya kan bisa chat aja atau telfon.”

“Iya sih, but still, i wanna see your updates on social media.”

“Will do, Sir.”

Bertemu dengan J meskipun tidak bisa terlalu sering, namun selalu menyenangkan, menenangkan, dan menyegarkan. 

“Your house or somewhere else after this?”

“My house.”

“Red or white?” 

“White please.”

“Ok, let’s go home, Love.”

“Tomorrow morning again?”

“Oh nggak, kali ini aku akan bersamamu 2 hari.”

“Kalau dua hari ngga akan cukup 2 botol.”

“Halah gampang.”




--


thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana