09 Desember 2016

Mungkin nanti


Selalu begini berulang kali, aku yang kembali menujumu, aku yang lagi-lagi mencari dan menghampirimu. 

Sekarang semuanya masih baik-baik saja, usiaku masih kubilang muda, pun usiamu masih belum mengkhawatirkan.
Aku dan kamu masih sama-sama segar, bugar, sehat, bergelimang ego dan kesombongan.
Aku dan kamu masih sama-sama merasa mampu tegak berdiri sendiri di cara hidup masing-masing.
Aku dan kamu masih sama-sama menganggap pilihan hidup sekarang adalah yang terbaik.
Aku masih bisa bertahan dengan caraku,
Kamu masih bisa bertahan dengan caramu.

Hingga beberapa menit lalu aku sadar bahwa cinta dari orang sama, di waktu yang berbeda bisa menjadi cinta yang berbeda pula. 
Kamu pernah menganggapku terbaik dengan cintamu di kala itu,
Kamu pernah menganggapku wanita terbaik dengan cintamu di kala itu, 
Kamu pernah menganggapku paling tepat dan layak dengan cintamu di kala itu.
Sampai kemudian kita bertemu lagi sekarang.

Aku menemuimu dan menatap sepasang mata yang tak lagi ada cinta,
Aku menemui jiwa yang kosong menggetarkan,
Aku menemui kamu yang hampir tak lagi kukenal.

Sekarang, 
Kamu berpikir bahwa dengan satu anakmu, tanpa istri, memiliki hunian, kendaraan pribadi, karir cemerlang, teman-teman yang siap meramaikan adalah sebuah kesempurnaan.

Sekarang, 
Aku berpikir bahwa dengan orangtua yang sehat, karir cemerlang, tabungan memadai, pribadi mandiri, teman-teman penyayang adalah sebuah kesempurnaan.

Sekarang, 
Kamu tak merasa butuh pendamping.
Aku tak merasa butuh pendamping.

Tapi mungkin nanti,
Saat tubuh sudah digerus usia, 
Saat kesehatan sudah perlahan menjauh, 
Saat semua teman sudah sibuk dengan keluarganya,
Saat karir memudar sebelum kita mampu tersadar,
Saat rekan berbincang tak lagi mudah ditemukan,
Saat jutaan mata menganggap kita begitu menyedihkan,
Saat aku lelah dicecar pertanyaan kapan menikah,
Saat anakmu sudah dewasa dan membutuhkan ibu,
Saat aku sudah lebih tua dan orangtua menuntut cucu,
Saat orangtuamu sudah lelah dan mengharapkanmu menikah, 
Saat aku atau kamu di usia 40 tahun ke atas sedang membeli kebutuhan bulanan, membawa beranjang-ranjang kebutuhan rumah tangga dari toko swalayan menuju tempat parkir seorang diri, kita akhirnya menyadari bahwa HIDUP TANPA PENDAMPING ADALAH SEBUAH TRAGEDI. 

Mungkin nanti, 
kita akan menyadari bahwa tak seharusnya kita memelihara ego dan merasa mampu hidup seorang diri. 
tapi barangkali di saat itu, semuanya sudah jauh terlambat.



---


11 Juli 2016

Pada Senja


Barangkali aku memang tak layak disebut sebagai pecinta senja. Aku hanya sempat memburunya, memujanya sejak kanak-kanak hingga detik sebelum kamu menceritakan kenangan sialanmu. Karenamu, terima kasih Sayang, kini aku muak dengan segala tetek bengek tentang SENJA. 

***

Di suatu siang, tiba-tiba kamu memutuskan menghampiri kantorku dan mengajakku pergi, mendadak tanpa basa-basi ajakan makan siang. Untung saja aku mencintaimu separah itu. 

"Udah ikut aja yuk! temani saya ya." memohon sambil menyunggingkan senyum petaka itu, mana bisa aku menolakmu. 

"Iya bentar, 5 menit lagi. Kamu tunggu di depan aja."

"Ok."

Lalu tiba-tiba di sinilah kita, pantai yang sepertinya belum pernah kudatangi, tak terlalu jauh dari kota Malang kota. Eh atau aku yang tak menyadari betapa jauhnya. Karena bersamamu, waktu dan jarak sama sekali bukan masalah. Selama denganmu, semua pasti indah saja terasa. 

Aku masih mengagumi senja di pantai indah ini, jika bisa dipigurakan bagaimana ekspresi wajah dan mataku, barangkali mataku akan serupa kilauan lampu kota. Menikmati senja seindah ini, di pantai dengan pasir lembut, bersih, sembari bersila di sampingmu. 



"Kamu sejak kapan suka senja?" Begitu saja tiba-tiba aku penasaran tentang dia dan senja, karena aku melihat binar mata yang yaaa bisa dibilang bahagia, tapi sendu pun seakan tergaris melengkapi sorot matanya. 

"Sudah sejak lama. Kalau kamu?"

"Sejak kecil sekali, ayah dan ibu sangat  menyukai pantai, mereka pertama kali bertemu di pantai tanpa sengaja dan ya begitulah, pernikahan mereka bahkan diselenggarakan di pesisir senggigi, indah, khidmat dan hanya dikelilingi orang-orang terdekat. Kemudian saat mereka memiliki anak, kakak dan aku, kita sekeluarga seperti keluarga yang gemar mengejar senja di berbagai tempat, ayah ibu memburu senja di pantai tentunya, kakak lebih menyukai senja di perkotaan, semacam senja yang mengintip di balik gedung-gedung tinggi. Gitu deh."

"Kalau kamu sendiri?"

"Aku suka senja di mana saja, senja selalu indah bagiku. Kamu sejak kapan tepatnya?"

Dia menunduk beberapa detik kemudian tersenyum dan memandang jauh sekali ke depan, ke lautan. 

"Sejak Dia mengajak saya pertama kali."

"Dia? dia siapa?"

"Senja. Namanya Senja, mantan istri saya."

"Oh."

Harusnya "OH" saja cukup untuknya memahami bahwa saya mendadak hilang selera terhadap apapun, bahkan terhadapnya. Dan barangkali ini salah satu alasan lelaki patut dimaki dengan kalimat "mereka tidak peka" ya karena hal semacam ini, Rusli lancar saja meneruskan ceritanya padahal saya sudah mengucap penutup perbincangan dengan "OH". 

"Senja mengajak saya ke pantai di dekat rumahnya, dia bilang kakek dan neneknya sering sekali mengajaknya ke pantai itu dari dulu. Dan kemudian aku melihat lebih dekat ke matanya, benar saja dia dinamakan Senja. Mungkin karena bentuk matanya yang sendu namun indah luar biasa, serupa senja. Matanya berbahaya, karena selalu bisa membuat semua orang hanyut di dalamnya, hehehe ternasuk saya waktu itu."

"Waktu itu dan hingga kini?"

"Mungkin."

"Bahkan setelah 3 tahun bercerai?"

"Iya. Maaf ya saya mengajakmu ke sini tanpa mengatakan apa-apa. Main culik aja dari kantor."

"Hehehe it's ok."

"Saya rindu Senja."

Saya hanya tersenyum pahit, kecut, getir dan sedikit muak. Apa-apa yang selama ini kita jalani berdua selama 2 tahun ternyata hanya sebatas kegiatan penghabis waktu luang baginya, saya masih dianggap bayangan kabur di hidupnya. Kepala dan hatinya masih padat dijejali kenangan akan mantan istrinya.

***

"Halo, bisa tolong disambungkan dengan Riana?"

Setelah menunggu sebentar, telefon Rusli tersambung dengan Riana. 

"Ya dengan Riana, ada yang bisa saya bantu?"

"Riana, jangan ditutup telefonnya. Saya butuh bicara."

"Saya sedang sibuk, kalau kamu mau bica..."

"Saya mohon dengar sebentar. Saya tahu kamu sibuk, tapi saya hanya ingin minta maaf jika saya melakukan kesalahan padamu. Saya sungguh minta maaf, Riana. Tapi barangkali saja juga berhak mendapat penjelasan atas amarahmu dan penghindaran darimu. Ada apa, Riana? ada apa?"

Setelah menghembus nafas lirih, menahan perih dan kecewa.

"Rusli, kamu tidak salah apa-apa. Saya yang salah sudah terlalu tinggi melambungkan harapan. Ketika di pantai kamu bilang kamu rindu Senja, seketika itu juga saja benci senja. Saya benci senja yang selama ini saya kagumi di setiap sore dan Senja yang tak kunjung hilang dari hatimu. Saya benci pada senja, Rusli. Saya benci."

Keduanya terdiam hingga durasi yang mematikan sambungan telefon mereka berdua. 


 ---








foto dari Mia Kamila 

Let go



Tidak tanpa sengaja aku mendatangi tempat ini, 
Tidak juga karena kebetulan aku mendengar satu lagu ini.

Kau tahu, Sayang?
Sejak pertama kali kita bertemu, hatiku sudah jatuh di tatapan matamu
Semakin bertambahnya waktu, semakin jauh cintaku tenggelam.

Kemudian kita HARUS berpisah.
Pertanyaanku tak kunjung kau jawab,
Tingkah lakumu pun tak kunjung mampu kubaca.

Hingga hari ini, semuanya baik-baik saja.
Aku (sepertinya) berhasil mengabaikanmu,
Beranjak dari cintamu.

Sekali lagi, kemudian karena satu lagu ini, 
Semua tatananku hancur. 


Airmata tumpah, 
Tenangnya hati ini seketika riuh, terlalu gaduh,
Semua isi perut menggedor ingin ditumpahkan,
Jutaan kenangan menyeruak ke permukaan ingatan,
Luka-luka yang rapi kusembuhkan kini parah tekoyak,
Jiwa yang perlahan menemukan iramanya mendadak kacau.

Aku merindukan kamu,
Aku merindukan kita,
Aku merindukan kamu yang mengizinkanku ada di hidupmu,
Aku merindukan kita yang enggan menyerah diinjak-injak masalah, 
Aku merindukan kamu yang memikirkan masa depan kita bersama,
Aku merindukan kita yang tak kenal malu saling melontar rindu.

Tuhan,
Jika memang aku tak harus dengannya,
Jika aku memang tak dizinkan mengusahakannya,
Bantu aku beranjak, bantu dia menghilang dari ingatan,
Bantu aku, hilangkan semua lagu tentang cinta dari tangkapan telinga.



02 Mei 2016

Saman


"... ia mengikatku pada tempat tidur dan memberi aku dua pelajaran pertamaku tentang cinta. Inilah wejangannya: Pertama. Hanya lelaki yang boleh menghampiri perempuan. Perempuan yang mengejar-ngejar lelaki pastilah sundal. Kedua. Perempuan akan memberikan tubuhnya pada lelaki yang pantas, dan lelaki itu akan menghidupinya dengan hartanya. Itu dinamakan perkawinan. Kelak, ketika dewasa, aku menganggapnya persundalan yang hipokrit."

"Sebab menurutku yang curang lagi-lagi Tuhan: dia menciptakan selaput dara, tapi tidak membikin selaput penis."


***

Kutipan di atas adalah dua kutipan paling favorit menurut saya. Ayu Utami menerbitkan buku ini pada tahun 1998 dan saya baru membacanya sekarang, tahun 2016. hiihn payah ya saya? 

Ayu Utami barangkali akan menjadi penulis Indonesia favorit saya setelah Ika Natassa. Karyanya yang sangat tidak biasa dengan gaya penulisan dan alur cerita yang membuat saya berulang kali tersenyum getir, meng-IYA-kan dan makin jatuh kagum pada Sang Penulis. 


*** 

SINOPSIS:

Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si pemberontak. Cok si binal. Yasmin si "jaim". Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri. 

Tapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman, seorang aktivis yang menjadi buron dalam rezim militer Orde Baru. kepada Yasmin, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?


25 April 2016

Affair (2)



Kesekian kalinya kita bersembunyi dari jutaan pasang mata yang mungkin mengenali siapa aku, siapa kamu, siapa keluargaku dan siapa keluargamu. 

Kita bersembunyi demi melebur rindu,
Menyatukan semua yang tertahan selama masa tak saling jumpa.

Aku menumpahkan kecupan, pagutan, belaian, bisikan, semuanya. Hingga tuntas.
Begitupun kamu.  

"Sejauh apa kamu mengenalku?"

"Tanyakan apa yang ingin kau ketahui dariku tentangmu!"

"Beritahu aku, satu hal yang sama sekali bukan diriku!"

"Menyesal. Penyesalan adalah hal yang selama ini tak pernah kutangkap ada di dirimu."

"Jika kemarin kamu jawab begitu, kupastikan kamu mengenalku seutuhnya. Hari ini justru penyesalanlah yang menggelayutiku."

"Penyesalan atas kita? maaf..."

"Nope. Seperti yang kamu tahu, saya bukan tipe orang yang menyesali sesuatu, apapun itu. Tapi sekarang, saya merasa begitu menyesal, amat sangat. Andai saja saya tidak terburu-buru menikah dengannya 2 tahun lalu." 

Saya tercekat, sakit.
Dia tercekat, sama sakitnya. 




foto

24 April 2016

Demam Samyang

SAMYANG ya SAMYANG bukan SAYANG.



ok. 
Samyang adalah makanan instan semacam ramen yang berasal dari Korea dengan rasa ayam yang pedas banget nget ngieeett, bikin keringetan dan nagihin. KAYAK KAMUUUU~ 

Jadi, akhir-akhir ini banyak banget bertebaran di Youtube tentang Samyang Challenge, yang awalnya saya tahu dari akun Malesbanget.comLizzie Parra dan Niyasyah.

Sebenernya saya bukan tipe orang yang gampang penasaran, tapi kalau untuk makanan, hhmm apapun bisa jadi penasaran apalagi kalau ada efek challengenya. Tantangan buat dapetin Samyang dan tantangan buat berhasil makan sampai habis. huahahahhaaa :)) 

Alasan penasaran berikutnya adalah karena saya punya sakit maag yang ga bisa dikasih kopi dan makanan pedas, tapiiii beberapa minggu lalu saya berhasil minum kopi tanpa bikin lambung sakit, jadi makin penasaran buat nyoba pantangan lain, gimana kalau saya makan makanan pedas? kuat ga ya lambung saya? hhmm....

So, lanjut, akhirnya saya cari Samyang di mana-mana, di Carrefour ga ada, di Alfamart dan Indomaret jelas ga ada :)), ke Giant ga ada, ke Foodmart Sutos ga ada dan akhirnya ke Hokky buah adaaaaa... yeeeiiiy. Padahal ke Hokky karena mau beli buah eh ternyata nemu Samyang di sana, let's say ALHAMDUUULILLAAAHH :*

Cus bikin. 
GILAAAAA warnanya merah banget, sempet deg-degan sih, karena di Youtube pada kepedesan banget gitu :(( 

eh eh eh pas nyoba, TARAAAA
AMAN BOOOOK, AMAN SENTAUSA ini perut, lambung ceria dan minta nambah. Ok ini tanda bahaya, karena Hokky jauh, Kakaaak~ lagian harganya Samyang lumayan juga ya untuk mie instan. 
Huahahahahahaaa :))

Jadi setelah makan Samyang, tips dari saya adalah
  1. Makan pas udah agak dingin
  2. Makan langsung hap hap hap tanpa minum karena kalau disela dengan minum bisa makin pedes rasanya.
  3. Makannya nggak usah sambil ngobrol ala-ala kalau makan di cafe yang diselingi ngobrol dan curhat, langsung wuuuz aja sampe habis
  4. Tambahkan selada air atau sayuran lain buat mengurangi efek pedas
  5. Siapkan telur ayam setengah mateng, kalau saya sih demen kuning telur setengah mateng, jadi lumayan buat penangkal pedas pas makan Samyang. 
  6. Sediakan minuman di dekat kamu, huahahahahaa jaga-jaga kalau nyerah atau pertolongan pertama ketika Samyang sudah habis.
Berdasarkan informasi dari Mba Anna, di dekat rumah saya ada dua tempat yang menjual Samyang, ada Papaya dan Green Grocer Kupang Indah yang baru buka. Yeeiiiyyy *tepuk tangan meriah*



Oh ya, gegara beberapa minggu lalu curhat ke Mba Anna kalau saya pingin banget Samyang, Mba Anna baik banget ngebeliin saya Samyang. Alhamdulillah.... 
makasiii Mbaaa *kecup manja* :x 

Ada beberapa tips dari teman-teman sih, kalau Niar tipsnya adalah bikin telur diorak arik dicampur ke Samyang pas masih di wajan dan tuang bumbunya juga di wajan. Kalau dari Arin dikasih keju mozzarella pas di wajan, jadi kejunya meleleh indah di wajan gitu, lumayan buat menangkal pedas. 
Baiklah... sekian tulisan hari ini tentang Demam Samyang, silahkan mencoba dan mari ceritakan kesan dan pesanmu. huahahaa :))
MWAH :*



inget dia yang demen banget makanan pedes sampe keringetan, andai kita masih bersama, kita pasti bisa bikin challenge ini berdua. 
#eeeaaaaa

04 Maret 2016

Affair




"berapa lama anda ditempatkan di Surabaya?"
"atas alasan apa saya harus menjawab keingintahuanmu?"
"saya hanya ingin memastikan berapa banyak waktu yang saya miliki untuk merayu anda."

***

"where are you?"
"on my way. Why?"
"we have a routine briefing this morning. Don't be late!"
"ok"

***

"i like your lips, i wanna bite them terderly"
"damn you! As i remember, I'm the one who wanna seduce you. Why did you take my role?"
"bcause i can't hold my desire, i lost focus on my work. After bite yours, i guess i can work well."
"sure?"
"we should try."
"where are you now? I'll come into you."
"in my room. NOW!"

***

"that was awesome. Thanks, Darling."
"pleasure is mine, Sir."
"saved by the bell."
"hahahaha YES! And now, i think i'm addicted to you."
"good. Then I'm not alone."

***

"good luck for your presentation. I hope my kisses on your cheeks can boost your spirit."
"absolutely, Sir. Thanks and please give my warmest kisses for your babyboy. See you tomorrow morning. Don't forget to delete our history chat."


pict

23 Februari 2016

Penenang



Allah SWT. berfirman:

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)...." 
(QS. an-Nur [24]:26).

***

Setelah sekian lama waktu yang saya habiskan untuk meminta petunjuk pada Allah tentang bagaimana kiranya agar hati ini tenang dan berdamai dengan masa lalu. Saya paham melupakan ia yang pernah memenuhi hati saya pastilah tidak mudah, tak mungkin bahkan. Tapi jauh di lubuk hati, saya percaya bahwa saya pasti bisa beranjak, memaafkan semuanya dan akhirnya berdamai dengan segala sayatan-sayatan luka hati. 

Terlalu banyak pertanyaan berawalan "mengapa" yang muncul tak henti.
Mengapa ia begitu mencintai perempuan yang sama sekali tak mencintainya?
Mengapa ia mengabaikan saya yang bisa menerimanya dengan segenap jiwa?

Sampai pada akhirnya saya menemukan firman dan janji Allah di atas.

Dalam keadaan biasa, mungkin penggalan surat di atas hanyalah terbaca tanpa makna yang mendalam. Tapi saat saya membacanya barusan, saat saya sedang mendambakan petunjuk, hati saya terketuk. Sedih, getir, sakit, lega, syukur, bahagia dan haru seketika terasa bercampur jadi satu. Bagi saya penggalan surat tersebut adalah segala jawaban. SEGALA JAWABAN.

Dia memilih perempuan yang lain, karena memang perempuan itulah yang menurut Allah pantas untuknya.
Saya dipisahkan dengannya, karena menurut Allah saya memang tidak pantas untuknya.

Definisi pantas?
Hanya Allah yang tahu bagaimana definisi pantas dan tidak pantasnya. 

Barangkali di saat ini, begitulah kesimpulannya,
Di saat yang sekarang, kami bukanlah dua makhluk yang pantas untuk bersama.
Di masa yang akan datang? Lillahita'ala...

Dan saya percaya pada janji Allah SWT, bahwa kita akan mendapatkan apa yang pantas untuk kita dapatkan, dan jikapun tidak sesuai dengan yang kita harapkan, pasti selalu ada hikmah dan kebaikan di baliknya. Pasti.

Tugas saat ini hanyalah terus istiqomah menjadi lebih dan lebih baik lagi, sekecil apapun itu.
Dan sebaik-baik penenang adalah Allah SWT. 

05 Februari 2016


"... Saya serius sama kamu, setelah semua masalah ini selesai, baru kita akan membicarakan pernikahan kita. Kita pasti menikah."

***
Aku tahu itu tak mungkin terjadi.
Terlalu jauh di luar nalar.
Dan aku tak percaya.
Tapi kala itu, hati ini dijatuhi cinta.
Dalam ketidakpercayaanku pun,
Aku tetap bahagia
Bahagia mendengarmu mengucapkannya,
Sekalipun sekedar untuk memuaskan angan-anganku.

04 Februari 2016

Jenuh


Di ketiadaanmu, akhirnya sama saja, 
Aku kembali lagi merasakan hal yang sudah sudah.
Aku merindukan kebrengsekanmu.
Merindukan cara kurang ajarmu membuatku menanti.
Merindukanmu yang tak tahu malu memintaku begini dan begitu,
Kemudian setelahnya pergi begitu saja seolah tak berbuat apa-apa.

Setiap kali aku meninggalkan rumah, 
Kebodohan mulai kulakukan berulang-ulang.
Mencari pakaian sebaik mungkin,
Memilih sepatu atau alas kaki yang sesuai,
Memadu-madankan dengan tas tangan,
Berdandan secantik mungkin,
Ya, apapun itu agar aku tak sedikitpun memiliki celah.


AGAR,
Ketika tanpa sengaja bertemu denganmu,
Penyesalanlah yang kemudian meracuni pikrian dan hatimu

Semenjijikkan itu perempuan manakala patah hati namun masih diselubungi harap. 

Berulang kali pula ketika aku sedang diam di sebuah cafe atau restoran seorang diri,
Aku tak akan lupa mengambil buku atau bahan bacaan apapun, 
Bukan karena kegilaanku pada kebiasaan membaca, 
Aku tertunduk dan memaksa mata hanyut pada lembar demi lembar bacaan,
Supaya mataku tak berulang kali menatap pintu masuk,
Menatap pintu bermodal harapan "barangkali keajaiban mengirimkanmu datang tanpa sengaja"

Jenuh sekali, Sayang, hidup diliputi harapan-harapan yang mustahil terkabul.
Jenuh.

Tapi aku bisa apa?
Kelenjar cinta dan benciku barangkali memang berasal dari satu sumber. 
Yang barangkali ketika benar kita tak sengaja bertemu, 
Entah mana yang akan mencuat ke permukaan terlebih dulu,
Apakah dalamnya cintaku?
Atau luasnya kebencianku?


 ****

Rindu.

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana