23 April 2015

Peri Metheri


"Sudah habiskah minuman hangat di hadapanmu itu, Anakku?"

"Sudah. Sangat hangat sekali di tubuh. Aku rasa sudah siap bagiku untuk menjalankan tradisi keluarga besar kita, Bu. Almarhum Ayah pasti tidak sabar melihat anaknya memasuki hutan kebanggaannya dan pulang dengan kebanggaan yang tak kalah hebatnya."

Ibu yang sedang diliputi berbagai perasaan itu menatap lelaki semata wayangnya dengan mata rentanya yang lembut.
"Iya. Ibu percaya pasti kamulah Penjaga Hutan yang dipilih oleh Peri Metheri." balas Sang Ibu dengan membelai perlahan kepala anaknya. 

"Baiklah Bu, sesuai tradisi, jika setelah 45 hari aku tidak kembali ke rumah ini, ke desa kita, maka Ibu boleh mengadakan sajian makanan untuk desa sebagai bukti bahwa akulah yang terpilih menjadi penerus keturunan putih."

"Iya, Anakku. Iya. Berhati-hatilah."

***

Randro sudah memasuki malam ke 23, saat tiba-tiba gubuk kecilnya terasa sedikit goyah diterpa angin. Angin yang tak terlalu besar, namun cukup ampuh untuk mengusik tidur penghuni di sekitar terpaan. Perlahan dan sigap, Randro keluar dari gubuk dengan menggenggap pisau anqwor, senjata paling hebat yang diberikan oleh Ayahnya, senjata yang khusus diciptakan untuk para penjaga hutan.

Ketika Randro menyusuri bagian kanan gubuk kecilnya menuju aliran sungai kecil, mata Randro terkunci hening, sekujur tubuhnya tak mampu digerakkan bahkan tangannya paling cepat pun turut terasa lumpuh. Ia terpagut membeku menyaksikan pemandangan indah di hadapannya. Seorang perempuan dengan pakaian yang begitu putih, bersih dan bersinar. Aaahh tak hanya pakaiannya yang nampak sangat indah dan berbeda dari pakaian pada umumnya, tapi juga paras. YA PARAS PEREMPUAN INI BEGITU MENAKJUBKAN. Perempuan ini seperti bukan dari bumi, entahlah..



lalu tiba-tiba Randro tersadar. Mungkin inilah yang disebut dengan Peri Metheri, satu-satunya Peri Putih yang dititipkan Dewa Kehidupan pada Penjaga Hutan. Satu-satunya peri yang memiliki sinar putih dengan balutan selendang indah buatan surga yang juga berwarna putih. Terlebih dari semua itu, Peri Metheri adalah peri yang sengaja diturunkan sebagai satu-satunya sang penyebar kebaikan dan ketulusan hati yang abadi. Siapapun yang dipilih Sang Peri Metheri sebagai pendamping, akan diberi satu keturunan dari rahim Sang Peri, seorang keturunan perempuan cantik dengan hati tulus yang abadi.

Randro mulai pulih benar dari keterkejutannya setelah ia melihat kaki Sang Peri Metheri mulai menginjak bumi, kaki yang begitu sempurna dan indah. Sang Peri menyapa dengan suara yang amat lembut dan menenangkan.

"Selamat malam, Pria." 

"Ah iya, selamat malam. Saya Randro, penjaga hutan nomor 4." Randro menjawab sembari memperkenalkan diri dengan menyodorkan tangan kanannya, tepat setelah ia memindahkan anqwor ke tangan kiri. 

"Randro, nama yang sangat indah. Saya menyukainya. Saya Peri Metheri. Ya, saya tahu kamu penjaga hutan nomor 4. Saya sudah mengelilingi Hutan Femoridcent ini lebih dari sepuluh kali untuk melihat bagaimana sosok keenam penjaga hutan ini. Saya memilihmu, Randro, untuk menjadi pendamping. Saya sudah mengatakan pilihan saya pada Dewa Kehidupan, karenanya malam ini saya datang padamu."

Randro masih menelaah dengan perlahan kata perkata yang diucapkan Peri Metheri, lalu diakhiri dengan anggukan kecil, nampak sangat tenang dan dingin. Namun hati Randro sungguh sesak dipenuhi kebahagiaan karena akhirnya ia lah yang dipilih sebagai pendamping. Mimpi terbesar tiap penjaga hutan di dunia ini, menjadi pendamping Peri Metheri. 

***

Randro duduk dengan matanya yang sembab dan wajah yang sangat pasi. Mungkin ini yang dulu pernah Ibunya katakan tentang betapa tak mudahnya mengemban tugas sebagai Pendamping Peri Metheri. Akan tiba saat di mana Sang Pendamping harus belajar mengikhlaskan jalan sang takdir. Sudah 16 tahun Randro hidup bersama penuh cinta dan kebahagiaan dengan Peri Metheri. Hidup seperti layaknya lelaki paling beruntung di dunia. Menghabiskan siang dan malam dengan seorang pendamping berhati baik dan suci, lalu ditambah dengan seorang anak perempuan, puteri cantik dengan hati yang serupa milik ibunya, Sang Peri Metheri. Benar-benar sebuah keluarga kecil yang sempurna dan bahagia.

Namun malam ini, pakaian Peri Metheri memudar dengan sendirinya, perlahan berubah menjadi semakin putih dan makin bersinar. Pertanda 'malam terakhir kebersamaan' telah datang. Ketika Peri Metheri memiliki pendamping, pakaian Perinya akan berubah menjadi warna cokelat, serupa pakaian manusia. Begitu 'malam terakhir kebersamaan' tiba, pakaiannya akan kembali menjadi seperti semula, putih dan bersinar. 

Randro menghampiri ranjang, di mana Peri Metheri terbaring, pasrah menanti datangnya Dewi Pencabut Kesadaran. Di akhir waktu yang tersisa, Randro terus berusaha menikmati waktu dengan memaksa Peri Metheri berbicara.

"Bolehkah aku mengajukan pertanyaan, Peri Metheri tercintaku?"

"Ya, Kekasihku?"

"Kenapa Dewa harus menitipkanmu ke hutan? lalu ketika 'malam terakhir kebersamaan' tiba, engkau harus pergi entah menuju hutan mana lagi untuk memilih pendamping yang lain, tidak kah ini terlalu kejam jika dianggap sebagai tugas mulia dari Sang Dewa Kehidupan?"

Sembari tersenyum dan menggenggam erat tangan kanan Randro, Peri Metheri memberikan penjelasan.
"Tidak ada yang kejam dengan tugas mulia ini, Kekasihku. Di zaman dahulu, langit dipenuhi dengan berbagai warna peri, peri-peri ini diutus Sang Dewa Kehidupan untuk mengisi dan menghiasi bumi. Dari sekian banyak warna peri, hanya Peri Anhoesa, Peri Hijau yang berhasil menciptakan keindahan di bumi tanpa banyak menimbulkan masalah. Peri Anhoesa berhasil menciptakan hutan. Ia menyebarkan berbagai jenis hutan indah di muka bumi ini, ia menyusunnya dengan jajaran tanaman, air, bebatuan, dan hewan-hewan. Sangat indah. Lalu dengan perasaan iri yang berlarut, peri lain merasa Dewa Kehidupan mulai tidak adil. Dewa Kehidupan hanya membangga-banggakan Peri Anhoesa dan muncullah perang antar peri. Segala kekejaman merajai dunia. Menyebar hingga ke seluruh titik dunia. Dewi Surga merasa sedih dengan keadaan ini. Maka dengan rahasia, ia dan Dewa Kehidupan menciptakanku, Peri Metheri sebagai sang pembawa kebaikan. Aku diciptakan dengan setiap unsur kebaikan dari surga, dengan hati yang seputih warna surga. Agar apa yang aku lakukan tidak tertangkap oleh peri lain, Dewa Kehidupan menitipkanku pada para Penjaga Hutan. Peri Anhoesa menciptakan orang-orang sebagai Penjaga Hutan yang mampu memiliki keturunan dan agar keturunanannya terus teguh mengemban tugas di hutan, salah satunya menanti kedatanganku. Tiap penjaga hutan akan mendapat petunjuk atau mimpi ketika aku akan tiba di Hutan yang mereka jaga. Di setiap hutan ada beberapa penjaga, dan di Hutan Femoridcent ini, aku menemukan enam penjaga hutan dengan keahlian dan kelebihan yang luar biasa, namun hatiku memilihmu. Takdir mengharuskanku untuk meneruskan keturunan Peri Putih, agar kebaikan hati yang tulus dan suci tetap tumbuh dan terjaga di  bumi ini. Ketika anakku berusia 15 tahun, itulah saat di mana aku harus pergi, mempersiapkan diri untuk kehilangan ingatan tentang pendampingku sebelumnya. Aku akan memuai menjadi butiran-butiran kristal lalu terbawa angin dan terbang menuju hutan lainnya. Aku pun harus diubah menjadi butiran kristal demi menjaga rahasia keberadaanku dari peri lain di bumi. Ketika Dewa Kehidupan memilihkanku hutan yang baru, wujudku perlahan akan berubah menjadi seperi perempuan, seperti manusia. seperti wujud saat pertama kali kita bertemu, Kekasihku."

"Setelah ini, jadi aku harus membesarkan puteri kita seorang diri?"

"Iya, namun engkau tak perlu khawatir. Sebagian dari diriku telah tumbuh dengan indah di dalam tubuh puteri kita. Ia akan menjadi penerus kebaikan di dunia dan tak akan merepotkanmu, Kekasihku. Ia adalah puteri pilihan, sama seperti puteri putih lainnya di bumi ini."

"Bagaimana jika aku ingin menemuimu lagi? masih adakah kesempatan?"

"Kamu akan selalu menemuiku, di mimpi dan hatimu, Kekasihku."

Peri Metheri meletakkan genggaman tangan mereka di dada Randro, sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sebagai wujud manusia, perempuan. Beberapa waktu kemudian, tubuh Peri Metheri perlahan berubah menjadi butiran demi butiran lembut lalu terbang terbawa angin. Menyisakan kekosongan di telapak tangan Randro. Meninggalkan kesedihan mencekam di hati Randro. 

Betapa demi setitik kebaikan di dunia, begitu banyak perngorbanan dan kesakitan yang harus Randro rasakan. 


***




 


 #NulisKamisan S3 #7, foto oleh @niafajriyani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for coming reader |read my older posts please | nhaz montana